Aku tidak mengerti. Kenapa sangat sulit sekali untuk menerima kenyataan. Apa seperti ini rasanya kehilangan seseorang? Seseorang yang berarti untuk kita.
Pintu depan kembali berderit membuka dan, suara beberapa gadis terdengar tidak jauh dari tempatku sekarang. Kemungkinan besar mereka sedang berada di depan wastafel, entah melakukan apa. Aku tidak peduli, tapi sebisa mungkin aku menahan sekuat tenaga agar suara tangisanku tidak terdengar oleh mereka.
Ya. Jelas aku menangis. Siapa yang tidak terpukul setelah mendengar kabar tidak mengenakkan seperti tadi. Orang yang kita kenal, orang yang menurut kita spesial, orang yang kita sayang, tiba-tiba tidak bisa kita temui lagi untuk selamanya. Meninggal dunia.
Kupejamkan mataku rapat-rapat demi menghilangkan sesak di dada, tapi yang ada malah semua kenangan bersama Mika muncul secara terus-menerus. Dan, andaikan saat ini hanya aku yang ada di sini, mungkin aku sudah berteriak sejak tadi. Bahkan sejak aku mendengar kabar kepergian Mika untuk selama-lamanya.
Denting pelan ponselku membuatku sedikit tersentak, begitu juga dengan beberapa gadis di luar sana. Mereka diam sejenak sebelum kembali membicarakan penampilan mereka di depan cermin. Kuambil benda itu dari dalam saku seragam. Melihat notifikasinya saja sudah membuatku mengembuskan napas berat, apalagi harus membuka dan membalasnya.
Nadin: Lo nggak pingsan, kan, San? Apa perlu gue jemput ke sana?
Setelah mengusap kasar bekas air mata di kedua pipiku, kuusap naik layar ponselku, membuka kuncinya, lalu membalas pesan dari Nadin.
Sandra: Nggak usah. Gue baik-baik aja.
Detik itu juga dua centang di pojok balon chat berubah biru, dan pesan balasan dari Nadin masuk di detik berikutnya.
Nadin: Bentar, gue habis ini ijin ke bu Jum.
Sandra: Nggak usah, Nad. Gue baik-baik aja!
Tanpa sadar, kutambahkan tanda seru di akhir kalimatku. Dan, karena itu pesanku tidak mendapat balasan dari Nadin cukup lama. Aku menduga kalau dia pasti sedang tidak bisa membalas pesanku karena bu Jum, atau memang sengaja dia baca karena tidak biasanya aku menggunakan tanda seperti itu jika berbalas pesan.
Setelah mengembuskan napas panjang, kuketik pesan lanjutan, yang mungkin bisa membuat Nadin mengerti kalau aku memang sedang butuh waktu untuk sendirian.
Sandra: Please.