The Red Haired Woman

Mizan Publishing
Chapter #2

2

Suatu hari sepulang sekolah, terbawa insting untuk melihat lemari dan laci-laci di kamar tidur orang tuaku, aku baru tahu kemeja dan semua barang Ayah sudah tidak ada. Hanya bau tembakau dan minyak wanginya yang masih tercium di ruangan itu. Ibu dan aku tidak pernah berbicara tentang Ayah, dan bayangan dirinya telah memudar dalam benakku.

Ibu dan aku menjadi dekat meskipun tetap saja Ibu menganggap keputusanku untuk menjadi penulis sebagai lelucon. Pertama, aku harus memastikan diri diterima di universitas yang baik. Untuk mempersiapkan ujian penerimaan, aku harus menghasilkan cukup uang guna membayar biaya bimbingan belajar, tetapi Ibu tidak puas dengan bayaran yang kuterima dari penjual buku. Musim panas setelah aku naik kelas dua SMA, kami pindah dari Istanbul ke Gebze. Kami akan tinggal dengan bibiku dari pihak Ibu dan suaminya di Gebze sebagai tamu di rumah tambahan yang mereka bangun di taman. Suami Bibi akan memberiku pekerjaan, dan aku berhitung jika setengah musim panas melakoni pekerjaan itu, pada akhir Juli aku bisa kembali bekerja di Toko Buku Deniz di Beşiktaş sambil mengikuti bimbingan belajar. Tuan Deniz tahu betapa sedihnya aku tidak bisa tinggal di Beşiktaş lagi; dia bilang aku boleh bermalam di toko buku kapan saja aku mau.

Suami Bibi telah mengatur agar aku menjaga kebun buah ceri dan persiknya di daerah pinggir Kota Gebze. Ketika aku melihat pos kerjaku, sebuah meja reyot di bawah gazebo, itu berarti banyak waktu untuk duduk-duduk dan membaca. Namun, aku salah. Saat itu musim buah ceri: berbondong-bondong burung gagak yang bersuara keras dan berani berkerumun di atas pepohonan, sedangkan gerombolan anak-anak dan pekerja konstruksi dari lokasi di samping tempat kami terus-terusan berusaha mencuri buah.

Di taman di samping kebun buah, sebuah sumur sedang digali. Kadang-kadang aku ke sana untuk melihat penggali sumur bekerja dengan sekop dan beliungnya, sementara dua asisten mengangkat dan menyingkirkan tanah yang telah digali oleh guru mereka.

Kedua asisten itu mengengkol dua pegangan yang dikaitkan pada sebuah pengerek, yang mengeluarkan bunyi keriat-keriut menarik, sementara mereka mengangkut seember penuh tanah dan menuangkannya ke gerobak sorong. Asisten yang lebih muda, yang seumuran denganku, mengosongkan gerobak sorong sementara asisten yang lebih tua dan lebih tinggi berteriak, “Awas turun!” sambil mengirimkan embernya kembali ke bawah kepada si penggali sumur.

Pada siang hari, penggali sumur itu jarang muncul. Kali pertama aku melihatnya, dia tengah menikmati istirahat makan siang dengan merokok. Dia bertubuh tinggi, langsing, dan tampan, seperti ayahku. Namun, tidak seperti Ayah yang kalem dan ceria, penggali sumur itu pemarah. Dia sering menghardik para asistennya. Kukira mereka akan malu dilihat orang sedang dikata-katai, jadi aku pergi menjauhi sumur ketika si penggali muncul.

Suatu hari pada pertengahan Juni, aku mendengar suara teriakan gembira dan tembakan-tembakan senjata dari arah mereka, lalu aku ke sana untuk melihat. Air sudah keluar dari sumur. Ketika mendengar kabar baik itu, pemilik tanah, seorang pria dari Rize, datang untuk merayakan, dan dengan gembira menembakkan senjatanya ke langit. Tercium bau bubuk mesiu di udara. Sesuai kebiasaan, pemilik tanah membagikan persenan dan hadiah kepada penggali sumur dan para asistennya. Sumur itu akan membantu berbagai proyek konstruksi yang telah direncanakan untuk tanahnya. Jaringan air kota belum sampai ke pinggiran Kota Gebze.

Aku tidak pernah mendengar penggali sumur itu berteriak kepada para asistennya beberapa hari kemudian. Kantong-kantong semen dan batang-batang besi berdatangan diangkut kereta yang ditarik kuda pada suatu siang. Penggali sumur itu mulai membuat tembok beton sebelum menutupnya dengan penutup dari logam. Aku lebih sering bersama para pekerja sekarang setelah mereka tampak senang.

Suatu hari aku berjalan ke sumur sambil berpikir tidak ada orang di sana. Tuan Mahmut muncul dari pepohonan ceri dan zaitun, memegang suku cadang dari motor listrik yang dipasangnya untuk menghidupkan pompa.

“Kelihatannya kau ingin tahu tentang pekerjaan ini, Anak Muda!”

Aku ingat orang-orang di novel Jules Verne yang pergi dari satu ujung dunia dan muncul di sisi lain.

“Aku akan menggali sumur lain di pinggiran Kota Küçükçekmece. Dua anak itu akan meninggalkanku. Apa kuajak kau saja sebagai ganti mereka?”

Lihat selengkapnya