Rianti terpana di depan pintu. Di depannya berdiri seorang laki-laki muda berpotongan rambut cepak dan berseragam tentara. Wajahnya bersih dan menampilkan senyum menawan.
“Ibu lupa sama saya?” Laki-laki itu tersenyum sambil meraih tangan Rianti untuk diciumnya.
“Dipta?” tanya Rianti ragu. Namun anggukan mantap dari anak muda di depannya membuatnya lega.
“Ya, Allah. Kamu beneran Dipta?” Perempuan 58 tahun itu menitikkan air mata haru melihat murid kesayangannya datang memakai seragam tentara.
“Benar dong, Bu. Ibu apa kabar?”
“Alhamdulillah, kabar Ibu baik. Kamu sendiri?”
“Alhamdulillah, Bu. Berkat doa Ibu saya bisa jadi prajurit TNI AL dan datang ke sini dengan bangga.”
Rianti memandang takjub. Pradipta Dirgantara adalah murid istimewa di SMP Tunas Bangsa, juga teman Adzkia, putrinya. Sepuluh tahun yang lalu dia pernah dekat dengan anak muda ini.
Saat itu Rianti menjabat sebagai kepala bidang SDM di yayasan yang menaungi SMP Tunas Bangsa. Ketika sedang melakukan pembinaan kepada para guru, kepala sekolahnya curhat tentang adanya guru di sekolah tersebut yang berseteru dengan murid. Akar masalahnya dari keberanian sang murid mengkritik gurunya terkait kebijakan di kelas. Sang guru merasa tersinggung dan menyabotase setiap pencapaian muridnya. Dipta lah murid tersebut.
Selain mendengar penjelasan dari kepala sekolah, Rianti juga mendengar dari Adzkia, karena Adzkia sekelas dengan Dipta. Ternyata Pak Adi, guru tersebut, juga pernah menyabotase Dipta dalam proses pemilihan ketua OSIS. Nilai Dipta ditukar dengan Fatih, sehingga Fatih lah yang maju sebagai calon ketua OSIS. Adzkia yang juga lolos untuk berebut kursi ketua OSIS saat itu, menjadi korban kemarahan Dipta. Dipta menjadikan Fatih sebagai ketua OSIS bonekanya, dan menjegal Adzkia.
Ulah Dipta tidak hanya sampai di situ. Dia mulai sering bolos saat pelajaran di kelas dan merokok di kebun belakang. Puncaknya, dia pernah ketahuan guru saat sedang nongkrong bersama teman-temannya dan minum minuman keras. Akibat kejadian itu Dipta mendapatkan Surat Peringatan dari sekolah. Jika sekali lagi melakukan kesalahan sejenis, dia akan dikeluarkan dari sekolah.
Kepala sekolah yang baru 2 bulan menjabat mengetahui kisah ini dari waka kesiswaan dan mencoba mendekati bocah itu. Pak Tama berusaha melakukan pendekatan kepada Dipta. Tampaknya pendekatan yang dilakukan Pak Tama berhasil. Dipta mulai mengurangi intensitas bolosnya. Namun, sebuah kejadian membuat anak laki-laki itu memberontak lagi.
Rianti mendengar semua sepak terjang Dipta dari Adzkia. Dia juga mengamati anak itu, karena kantornya berada di kompleks yang sama dengan SMP Tunas Bangsa. Rianti jatuh sayang kepada anak laki-laki yang sebenarnya cerdas itu. Beberapa kali dia pernah melihat Dipta berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Menurut Rianti, anak itu punya potensi untuk menjadi pemimpin dan mengatur teman-temannya.