Setelah sering mendengar cerita tentang Dipta, Rianti jadi suka memperhatikan bocah yang katanya nakal itu. Di mata ibunda Adzkia itu, Dipta adalah anak yang unik. Di balik ulahnya yang membuat guru geleng-geleng kepala, tersimpan potensi luar biasa sebagai seorang pemimpin. Setelah kejadian perkelahian dengan Pak Adi, anak itu juga pernah mendapat masalah saat mengikuti kegiatan di luar sekolah.
Ada sebuah komunitas pemuda yang mengadakan seleksi di sekolah-sekolah untuk mengikuti Leadership Training Camp di sebuah tempat wisata di luar kota. Dari SMP Tunas Bangsa ada 8 orang yang lolos, termasuk Adzkia dan Dipta. Namun, lolosnya Dipta tampaknya membuat para guru kurang berkenan, sehingga Pak Wibowo sebagai kepala sekolah membatalkan keberangkatannya. Dipta mengamuk dan melayangkan protes. Masalah ini sampai kepada yayasan, dan Rianti kembali turun tangan.
“Kenapa Dipta harus digagalkan menjadi peserta LTC itu, Pak?” tanya Rianti kepada Pak Wibowo.
“Tahu sendiri kelakuan Dipta seperti apa, Bu. Kami khawatir di sana nanti dia membuat keributan.”
“Tetapi kan dia lolos seleksi, Pak.”
“Benar. Tetapi kami mengkhawatirkan adabnya di sana, Bu.”
“Itu namanya zalim dan merusak kebahagiaan anak, Pak. Biarkan saja Dipta berangkat.”
“Tapi, Bu….”
“Berikan haknya Dipta, saya yang menjamin anak itu. Saya yang akan bertanggung jawab terhadap Dipta. Dan kalau memang sekolah mengkhawatirkan adabnya Dipta, biarkan dia berangkat dengan nama pribadi. Tidak atas nama sekolah,” tegas Rianti.
“Baik, Bu.” Akhirnya Pak Wibowo menuruti kata-kata Rianti.
Saat keberangkatan, Dipta bersama ibunya menemui Rianti dan mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepadanya.
“Terima kasih sudah menolong anak saya, Bu. Saya tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika tidak jadi berangkat,” ucap ibu Dipta.
“Terima kasih kembali, Bu. Saya yang seharusnya minta maaf kepada Ibu, karena Dipta hampir gagal berangkat. Sekolah sudah tidak adil dalam memperlakukan Dipta.”
“Saya paham kenapa sekolah berniat menggagalkan keberangkatan anak saya. Anak itu memang suka membuat masalah. Maafkan kelakuan anak saya, Bu.”