The Red String

Dyna Rukmi Harjanti Soeharto
Chapter #8

Bab 8

Dipta memang telah berubah. Di kelas dia tidak pernah membuat ulah, dan tidak pernah datang terlambat lagi. Dia tidak lagi suka melawan guru, dan nilai-nilainya semakin membaik. Dia tidak pernah lagi bertengkar dengan Adzkia dan menjahili gadis itu. Sang ibu sangat berterima kasih kepada Rianti atas segala perubahan Dipta.

Di hari perpisahan sekolah, guru mengumumkan anak-anak yang mendapatkan prestasi. Ternyata Dipta mendapatkan piagam dan piala sebagai siswa dengan perubahan akhlak paling bagus, dan nilainya juga masuk 10 besar kelas. Sedangkan Adzkia mendapatkan predikat sebagai siswa dengan nilai terbaik. Seusai acara, Dipta menemui Rianti dan menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuannya selama ini.

Dipta dan ibunya sore itu juga datang ke rumah Rianti untuk meminta doa restu. Dipta akan berangkat ke Malang untuk melanjutkan sekolah berasrama di sana. Rianti melepas Dipta dengan terharu. Perempuan itu telah mempertaruhkan namanya saat menyediakan diri untuk mendampingi anak yang dianggap nakal itu. Saat itu dia tidak berharap apa-apa, hanya cinta dan pengertian yang dalam untuk anak itu.

Rianti merasa bersyukur bahwa apa yang diusahakannya untuk Dipta mendapatkan ridho dari Allah. Tidak mungkin dia bisa mengubah anak itu tanpa bantuan Sang Mahakuasa. Semua ini sudah menjadi ketentuan dari Allah, sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an Surah Ath Thalaaq ayat 3: Wa yarzuq-hu min ḫaitsu lâ yaḫtasib, wa may yatawakkal ‘alallâhi fa huwa ḫasbuh, innallâha bâlighu amrih, qad ja‘alallâhu likulli syai'ing qadrâ. Yang artinya: Dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah lah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.

Sejak Dipta datang untuk mohon doa restu, Rianti tidak pernah bertemu lagi dengan anak itu. Adzkia pun tidak pernah bercerita tentang remaja berhidung mancung itu. Di grup alumni SMP Dipta juga tidak bergabung. Anak itu benar-benar seperti menghilang tiada kabar. Hanya sekali, saat Dipta diterima sebagai taruna di Universitas Pertahanan, sang ibu memberi kabar kepada Rianti.

Kini, melihat Dipta muncul di depannya dalam pakaian dinas yang gagah itu, Rianti menangis. Perempuan itu tak kuasa menahan haru melihat anak yang dulu dibenci orang banyak karena berkelakuan minus, berhasil meraih mimpinya. Dipta yang suka bolos, jarang mengerjakan tugas, berkelahi dengan guru, mabuk, dan ngobat, atas izin Allah bisa memperbaiki diri dan mengejar mimpinya.

Hari ini tepat sepuluh tahun sejak anak itu pamit, meminta doa restu untuk melanjutkan sekolah di luar kota. Mendengarnya berniat memenuhi janji kepada Rianti, membuat air mata perempuan setengah baya itu semakin deras membasahi pipinya. Namun, dia juga sadar bahwa Adzkia punya impiannya sendiri. Dan setahu Rianti dulu, Dipta bukan lah bagian dari mimpi Adzkia. Gadis itu ingin mencari jodoh sendiri tanpa campur tangan ibunya, apalagi dengan Dipta, laki-laki yang dulu sering mengganggunya.

Sepulang dari rumah Rianti, Dipta menemui sang ibu. Dia menceritakan tentang kunjungannya ke rumah sang guru kesayangan.

Lihat selengkapnya