The Red String

Dyna Rukmi Harjanti Soeharto
Chapter #9

Bab 9

Dipta memandang dari jendela kereta api yang membawanya menuju Surabaya. Dalam hati dia berkata, “Ummi, Ibu, mohon doa restu. Aku akan menjemput impian kita semua. Semoga lancar segalanya.” Laki-laki muda itu memejamkan mata. Pikirannya melayang ke masa SMP. Terbayang lagi di benaknya gadis berperawakan mungil namun lincah, teman sekelasnya. Bukan hanya lincah, Adzkia juga cerewet dan suka berdebat.

Dipta mulai suka jahil kepada Adzkia saat impiannya menjadi ketua OSIS dijegal oleh Pak Adi. Dia tidak diloloskan menjadi kandidat, malah Adzkia yang diremehkannya itu yang terpilih. Pasti karena gadis itu anak orang yayasan sehingga dipilih oleh para guru. Rasa sebal dan jengkel kepada gadis itu mulai muncul, yang menimbulkan niat untuk menjegal Adzkia agar tidak terpilih sebagai ketua OSIS.

Dipta yang dekat dengan Fatih, lawan Adzkia, mulai menggalang kekuatan untuk memenangkan Fatih. Tidak sulit bagi bocah tengil itu mempengaruhi orang agar memilih Fatih, bukan Adzkia. Dan memang akhirnya Fatih lah yang terpilih sebagai ketua OSIS, sedangkan Adzkia menjadi bendahara, sementara Dipta sendiri ketua divisi bela negara.

Rasa sebal Dipta kepada Adzkia semakin besar, karena gadis itu suka berdebat di dalam rapat. Meski sebenarnya apa yang disampaikan ada benarnya, tetapi Dipta tidak suka jika Adzkia yang menang. Alhasil mereka sering terlibat dalam debat kusir yang tak berujung pangkal, dan harus dilerai oleh Fatih. Dipta dan Adzkia menjadi musuh bebuyutan yang tak pernah mau dikalahkan satu sama lain.

Pandangan Dipta terhadap Adzkia mulai berubah saat gadis itu dua kali membantunya. Yang pertama ketika lomba debat di sekolah, dan kedua ketika meminta tolong ibunya untuk membantu Dipta yang digagalkan keberangkatannya ke Kota Batu. Ibu Adzkia sebagai kabid SDM di yayasan turun tangan membantu Dipta agar bisa berangkat ke Kota Batu. Dia langsung menemui gadis itu untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.

“Terima kasih ya, Kia, kamu sudah menolongku.”

“Hmmm,” jawab Adzkia pendek. Sesungguhnya gadis itu masih sebal kepada Dipta.

“Memangnya kamu bilang apa kepada ibumu?” tanya Dipta penasaran, kenapa gadis musuhnya itu mau menolongnya.

“Aku cuma bilang kalau ada temanku yang gagal berangkat karena tidak dizinkan oleh sekolah. Ibuku heran dong, kan lolos tidaknya bukan sekolah yang menentukan melainkan pihak penyelenggara. Sekolah tidak berhak menggagalkan. Makanya ibuku langsung menemui kepala sekolah untuk menjamin kamu bakal berangkat.”

Lihat selengkapnya