Adzkia sengaja membuat perjanjian itu karena ingin tahu seberapa besar usaha yang akan dilakukan oleh laki-laki itu. Sekaligus untuk mengetes apakah dia bisa menepati janji. Gadis itu masih ingat dulu ibunya sampai dibuat deg-degan oleh temannya itu gara-gara janji yang dibuatnya.
Saat itu Dipta datang ke rumah untuk belajar. Dia datang sendiri dan membawa motor sendiri. Biasanya dia datang bersama Fatih memakai motor Fatih, tetapi saat itu Fatih sedang ke luar kota. Sesampai di rumah, bukannya belajar anak itu malah tidur di ruang tamu sambil menangis. Adzkia hanya melihatnya dari kamar.
“Kamu kenapa?”
“Saya ingin tenang dulu, Bu. Di rumah saya merasa tidak nyaman. Barusan saya dipukul abi. Beliau tidak percaya lagi kepada saya yang sering pulang malam. Saya dibanding-bandingkan sama anak teman-temannya. Saya kangen abi yang dulu, Bu. Biarkan saya di sini dulu, ya.” Rianti mengangguk dan membiarkan Dipta tidur di ruang tamu rumahnya.
Belum lama tidur, anak itu menerima panggilan telepon dari temannya. Ternyata itu adalah ajakan untuk duel.
“Bu, saya keluar dulu ya.”
“Kemana?”
“Ada yang ngajak duel.”
“Dipta!”
“Tenang, Bu. Saya akan balik ke sini lagi, kok. Ini tas dan topi masih saya tinggalkan di sini. Tapi nanti saya minta es batu, ya.”