Allah berfirman dalam Al Qur’an Surah Hud Ayat 123: Wa lillāhi gaibus-samāwāti wal-arḍi wa ilaihi yurja‘ul-amru kulluhū fa‘budhu wa tawakkal ‘alaih(i), wa mā rabbuka bigāfilin ‘ammā ta‘malūn(a).
Artinya: Milik Allahlah (pengetahuan tentang) yang gaib di langit dan di bumi. Kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka, sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Tuhanmu tidak akan lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.
***
Setelah Dipta menyampaikan maksudnya kepada Faruq, mereka melakukan panggilan video kepada orang tua masing-masing. Rianti dan Tari tampak bahagia menerima kabar dari anak-anaknya. Mereka merencanakan bahwa bulan depan lamaran resmi akan digelar di Surabaya.
Yusuf, paman Adzkia datang bersama Rianti dan Nania ke Surabaya untuk menyambut rombongan keluarga Dipta. Sementara itu Adzkia dan Dipta sudah mulai mengurus pengajuan nikah kepada kesatuan tempat Dipta bertugas. Di samping sibuk mempersiapkan berkas pernikahan, mereka juga sibuk menyiapkan pernak-pernik lamaran. Meski demikian Adzkia tetap menjaga agar tidak hanya pergi berdua dengan Dipta. Jika bisa diurus sendiri, dia akan pergi sendirian. Akan tetapi jika ada yang harus didatangi berdua, Adzkia akan mengajak Faruq untuk menemani mereka.
Meskipun sudah mempersiapkan diri dan banyak diberi masukan oleh calon ibu mertuanya tentang persiapan menjadi isteri tentara, Adzkia kadang-kadang merasa stress dan tertekan dengan prosedur yang harus dijalani. Apalagi menjelang tes kesehatan, dia khawatir dengan kondisi kesehatan Dipta. Perempuan itu masih ingat bagaimana gaya hidup calon suaminya saat SMP dulu.
Laki-laki 26 tahun itu menjadikan rokok sebagai makanan pokok, alkohol sebagai minuman sehari-hari, dan narkoba sebagai camilan. Belum lagi tawuran, duel, dan balapan liar. Itulah kenapa Adzkia tidak suka padanya. Entah apa yang membuat ibunya begitu menyayangi anak menyebalkan itu. Dia pernah datang ke rumah dalam kondisi habis menenggak arak satu botol saat bersama Arif, teman mereka juga. Saat itu Fatih tidak bersamanya.
Adzkia tidak suka jika Dipta bergaul bersama Arif atau Radit. Mereka berdua juga hampir sama perilakunya dengan Dipta, dan saling mempengaruhi. Malam itu, Dipta bercerita bahwa dia habis menenggak arak dan di muntahannya ada sedikit darah.
“Itu tandanya waktumu tinggal sebentar lagi!” sahut Adzkia ketus.
“Hah, kamu pikir aku mau mati gitu?” tanya Dipta sambil memegang perutnya yang terasa sakit.
“Lha, itu sudah muntah darah. Bisa jadi lambung atau livermu sudah rusak. Paru-parumu pasti juga sudah ternodai oleh asap rokok. Kalau begini terus bukan tidak mungkin waktumu tinggal sebentar lagi.” Nada bicara Adzkia masih tetap ketus. Anak perempuan itu gemas dengan kelakuan temannya yang zalim kepada badannya ini.
“Gak mau! Aku gak mau mati, Bu!” seru Dipta nelangsa.
“Makanya berhenti dari semua perbuatan buruk itu. Kamu sudah zalim kepada dirimu sendiri,” kata Rianti.