Kevin sedang mengerjakan laporan studi kasus keempatnya tahun ini di ruang Poli Bedah, saat ketukan pintu terdengar. Wajah Suster Dani menyembul di balik pintu yang terbuka, lalu cengiran khas perawat ini pun terbit.
"Sibuk, Dok?"
"Lumayan. Ada apa, Sus?"
Suster Dani meletakkan berkas yang dibawanya, setelah laptop di hadapan Kevin bergeser ke kanan beberapa senti. Satu bendel rekam medis pasien terhidang, membuat otak Kevin seketika menyusun diagnosis hanya dengan membaca hasil anamnesisnya saja.
"Ada yang mau konsul, tapi ini RM-nya dulu yang datang. Nanti Dokter Jasmin ke sini, beliau mampir dulu ke Radiologi, Dok."
"Oke."
Kevin mengangguk, melihat sekilas ke Suster Dani, kemudian kembali fokus pada kertas rekam medis di depannya. Laki-laki usia dua puluh tiga tahun mengeluh nyeri wajah. Ada riwayat perdarahan hidung dan mulut setelah mengalami kecelakaan lalu-lintas empat jam yang lalu.
"Permisi dulu, ya, Dok."
Suster Dani lalu undur diri, pamitnya dibalas anggukan tipis Kevin yang ketika sudah berkutat dengan berbagai rencana tindakan di otak, serasa tidak ada orang lain yang bisa mengganggu aktivitasnya.
Tak lama kemudian suara ketukan pintu kembali terdengar. Dokter wanita berjilbab biru muncul lalu mengangguk sopan sebelum dipersilakan duduk oleh Kevin. Dokter Jasmin adalah dokter jaga IGD siang ini.
"Udah dilihat, Dok, RM-nya?"
Kevin mengangguk, "Mekanisme trauma gimana?"
Dokter Jasmin menggeleng sambil mengulum bibir. Waktu injury time seperti ini memang waktu kritis, dokter jaga terkadang sudah terlalu lelah menekan otak untuk membuang berbagai diagnosis banding yang muncul bersama keluhan pasien. Apalagi kondisi IGD yang seakan tidak pernah sepi.
"Nggak diketahui, Dok. Pasien pingsan waktu kejadian. Ini juga pasien rujukan faskes satu, kalau ada keterangan saksi, mungkin udah melalui beberapa mulut. Jadi kurang valid."
"Kondisi general-nya gimana?"
"GCS bagus, sih, Dok, pasien compos mentis. Ini lagi nunggu hasil rontgen sama CT-Scan."
Kevin mematikan laptop lalu beranjak sembari mengemasi berkas di hadapannya. Gestur ini ditanggapi semringah oleh Dokter Jasmin. Memang ini yang ditunggu, karena Dokter Jasmin sungkan untuk meminta Kevin turun langsung ke pemeriksaan fisik pasien.
"Biar saya lihat dulu pasiennya. Kemungkinan harus konsul ke bedah plastik nanti."
"Terima kasih, Dok, mari saya antar."
.
.
.
.
.
.
Dokter Jasmin minta izin mendahului karena harus merawat anaknya yang sakit. Sejawat yang bertugas di jam jaga selanjutnya masih dalam perjalanan ke rumah sakit. Suster Dani dan Koas Rasya yang akhirnya mendampingi Kevin melakukan pemeriksaan fisik pasien.
Kevin mendapati lelaki yang dimaksud dalam rekam medis, terbaring di bed satu ruang gadar. Nasal kanul tampak terpasang di hidung pasien, ada bekas darah kering di bawahnya. Bibir atas bengkak parah, dan tampak tiga jahitan di ujung dahi sebelah kanan.
"A, B, C, D, E sama status general sudah semua?" Kevin menoleh ke Rasya yang sedang membaca rekam medis pasien, sambil melumuri tangannya dengan alkohol lalu memakai handscoon.
Rasya mengangguk, "Tinggal status lokalis, Dok," jawab koas cantik ini kemudian.
"Permisi, Mas, saya periksa sebentar di bagian wajah, ya? Ada keluhan lain selain nyeri wajah?"
Minta izin adalah salah satu protap yang harus dilakukan sebelum memeriksa pasien. Istilahnya informed consent lisan, selain karena pasien dalam kondisi sadar, juga untuk mencapai salah satu tujuan tindakan yaitu memberikan rasa nyaman.
Pasien tersenyum dan mengangguk, "Tadi sempat mual muntah, Dok." Kevin mendeteksi ada nyeri ketika pasien bersuara, lebih tepatnya, ketika menggerakkan mulut untuk berbicara.
Kevin lalu melakukan pemeriksaan fisik di bagian leher dan wajah pasien. Mata stand by melihat kelainan bentuk yang kasatmata, kemudian telapak tangan Kevin meraba leher juga tulang rahang pasien. Saat dengan perlahan Kevin membuka mulut pasien, si lelaki tampak kesakitan. Pun terdengar krepitasi tipis dari sana, mengindikasikan ada fraktur.
"Di Regio Fascialis ada deformitas gigi dan pallatum, serta hematoma. Os Mandibula ada krepitasi dan nyeri tekan. Di Regio Cervicalis, tidak ada deformitas, tetapi teraba Emfisema Subcutis."
Hasil pemeriksaan Kevin segera ditransfer ke bentuk tulisan oleh Rasya untuk melengkapi status lokalis di data rekam medis pasien.
"Sus Dani tolong cek ke Radiologi, hasil rontgen dan CT-Scan pasien ini nanti langsung bawa ke saya, ya."
Suster Dani mengangguk lalu segera berlalu dari IGD, melaksanakan perintah Kevin. Fokus Kevin lalu beralih ke Rasya yang sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya sambil menyimpan kekaguman.
"Kamu, Dek, tolong pasang IV Ringer Laktat 20 tpm, kemudian terapi awalnya kasih Cefritaxone, Ketorolac, dan Ranitidin, masing-masing satu ampul. Jeda jamnya tahu, 'kan?"