Yogyakarta, Maret 2014
Kota masih berselimut kabut, lampu jalan masih menyala terang, dan belum banyak kendaraan berlalu lalang. Seperti biasa, ia mengayuh sepeda tua yang dipenuhi karung beras dan kardus minyak menuju Toko Sembako, yang berada di Pasar Tradisional Yogyakarta.
Jarak gudang penyimpanan dengan pasar memang lumayan jauh, tapi ia tak pernah mengeluhkan hal itu. Karena memang inilah pekerjaannya.
Grakk!!
Ia terhenti, sepedanya tidak bisa dikayuh. Benar saja, rantai sepedanya lepas. Dia hanya menghela nafas panjang, lagi pula itu hal biasa baginya.
Disandarkan sepedanya di pohon, ia mencari ranting yang bisa digunakan untuk memperbaiki rantainya. Biasanya itu akan berhasil, namun tidak untuk kali ini
Namanya Aryasatya Dewantara, laki-laki tampan berkulit sawo matang dengan alis tebal dan postur tubuh ideal ini sering menjadi perbincangan orang-orang di pasar.
Sifatnya yang baik, ramah, dan pekerja keras membuat orang-orang jatuh hati padanya. Tak terkecuali para gadis yang rela pergi ke pasar pagi-pagi untuk menggantikan ibu mereka berbelanja.
“Maaf koh, agak sedikit terlambat”
“Tidak masalah” Koh Ateng yang tengah repot melayani tengkulak-tengkulak tidak mempedulikan Arya.
“Berapa kilo telurnya? Lima kilo? Kau tak jadi ambil dua krat telurkah? Harga telur kali ini anjlok, entah bulan depan. Rugilah kau jika tak ambil banyak” Pria berkacamata kecil ini memang lihay dalam urusan merayu pembeli.
“Kau kenapa lagi, Cung?” Koh Ateng berkacak pinggang melihat Arya memanggul karung beras dengan wajah yang dipenuhi cemong oli.
“Biasa, Koh. Lepas lagi” Jawab Arya seraya menurunkan karung beras yang ia panggul.
“Ya sudah, tinggalkan saja di sana. Kau harusnya sudah berangkat sekolah 10 menit yang lalu”
Arya menengok jam besar yang tertempel di dinding toko. Jam berjalan begitu cepat setiap pagi, dan mulai melambat saat memasuki jam makan siang nanti. Ia tahu, hidup memang tidak pernah adil. Tapi apakah jam pun harus ikut dalam ketidakadilan ini? Aghh.. lupakan saja!
Segera ia mengganti pakaiannya dengan seragam OSIS, berlari menghampiri mobil putih yang terpakir tak jauh dari pasar. Aku yang tengah duduk di samping kursi kemudi sembari menikmati donat dengan glaze¹ greentea bertoping keju langsung menyadari kedatangannya.
“Sepertinya kamu memang benar-benar tidak tahu bagaimana cara mandi dengan baik dan benar ya” Aku memberikan beberapa lembar tissue, dan botol air mineral padanya.
Laki-laki itu tersenyum. Setelah selesai membersihkan wajahnya, Arya mengambil alih kemudi dan langsung menancap gas menuju sekolah. Aku fikir ada untungnya juga mengajari Arya menyetir. Jadi aku bisa sedikit bersantai dan menghemat energi setiap pergi.
“Setelah ini, mau kemana?” Tanya Arya.
“Aku pingin ice cream”
“Oke”
“Tempo Gelato”
“Tidak masalah”
“Tapi, apakah kamu sudah medengar cerita dibalik manisnya ice cream?”