The Rose Tower

Aria
Chapter #3

#2 kalau ngintip tidak mau bicara dgn Nana



Nana lebih senang akan sifat Lily yang seperti ini. Semenjak kejadian itu, Lily selalu murung dan tampak sedih, meskipun dia selalu memasang muka khasnya yang tenang dan datar. Nana terkekeh karena sifat Lily yang tampak ceria.


"Lily, tanyanya satu-satu. Nana pusing."


Lily tampak khawatir dan gelisah.


"Kenapa? Ada yang sakit, kah, Nana?"


Sementara itu, Nana menggelengkan kepalanya karena tidak ingin sahabatnya semakin khawatir.


"Tidak kok, Nana baik-baik saja. Oh iya, kata Paman, kayu ini bermanfaat banget! Kotak kayu ini akan tetap awet saat berada di suhu yang ekstrem.


Terus, saat kamu mau coba menghancurkannya, kotak kayu ini tidak akan hancur. Saat kamu memasukkan barang apa pun, barang itu tetap awet. Sekalipun kamu menaruh es krim di sana, es krim itu tidak akan cair.


Tapi di antara semua itu, yang paling penting adalah isinya. Oh iya, jangan buka suratnya di sini, buka di Jepang saja. Maaf, Nana tidak bisa menjawab semua pertanyaan Lily. Terus, Lily, cobalah buka kotak kayu ini."


Lily mengangguk paham. Setelah itu, dia melihat kotak kayu itu sekali lagi dan mengambil sekuntum bunga mawar serta sebuah surat. Dia menarik salah satu pita, dan pitanya dapat dilepas.


Setelah itu, dia membuka kotak kayunya. Benar apa yang dikatakan oleh Nana, yang paling penting adalah isinya. Lily berdecak kagum melihatnya, hingga sebuah senyuman bahagia terbit di bibir mungilnya.


"Tongkat sihir!? Nana... bagaimana kamu tahu aku selalu ingin tongkat sihir?"


Nana tersenyum tipis dan mengedipkan salah satu matanya.


"Rahasia, jadi maaf, Nana tidak bisa memberitahumu."


Raut muka Lily sedikit kecewa akan penuturan sahabatnya. Sekali lagi, dia melihat tongkat sihir itu. Tongkat sihir ini sangat cantik dan indah.


Tongkat sihir ini terbuat dari kayu yang tidak diketahui oleh Lily. Warnanya putih. Terdapat ukiran-ukiran cantik dan indah, menggambarkan berbagai hal seperti bunga lily, daun, dan ranting.


Lily mengambil tongkat sihir itu dan melihatnya dengan cermat. Dia tertarik dengan salah satu tulisan yang diukir.


"S & R?" tanya Lily kepada Nana.


Nana menunjukkan tulisan yang diukir.


"S itu kamu, Seira, sementara R itu aku, Rachel."


Seira ber oh ria dan mengangguk paham. Setelah itu, dia tertarik dengan permata biru safir dan berlian yang tergantung di bagian bawah tongkat.


Permata itu sangat indah meskipun ukurannya kecil, kira-kira sebesar kuku jari kelingking seorang bayi.


"Nana, ini permata asli atau bukan?"


Nana memiringkan kepalanya dan tampak berpikir lama.


"Itu asli. Nana ambil permata itu di tempat penyimpanan harta keluarga."


Seira melihat ke arah Nana dengan mata tenangnya. Dia sedikit terkejut, sementara Nana tersenyum kepadanya.


"Lily, terimalah! Lily, kamu layak mendapatkan ini. Kamu tahu, Lily? Nana begitu beruntung punya teman seperti Lily. Meskipun Nana punya banyak teman, hanya Lily yang menemani Nana saat Nana sakit. Ketika semua teman-teman menyerah menemani Nana, hanya Lily yang bertahan di samping Nana."


Lily sangat ingin menangis dan terharu akan penuturan sahabatnya. Tiba-tiba, Lily mendapatkan sebuah ide. Dia memanggil bodyguard-nya. Setelah itu, bodyguard-nya menghampiri Lily.


"Lady Seira, ada yang bisa dibantu?"


Seira berbisik kepada bodyguard itu. Bodyguard itu mengangguk. Sementara itu, Nana merasa bingung, apa yang dikatakan oleh Seira karena Seira menggunakan bahasa Arrernte, wilayah utara Benua Australia.


Nana mendengar samar apa yang diucapkan oleh sahabatnya, seperti "Kwmentyaye, arrenhe ayange irreme..." ("Bisa minta tolong ambillah..."). Meskipun begitu, Nana tidak mengerti sahabatnya ini bicara apa. Setelah bodyguard-nya pergi, Nana mengambil kesempatan untuk bertanya kepada temannya.


"Lily, apa kamu tahu bahan tongkat sihirnya?"


Lily menggelengkan kepalanya ringan, pertanda tidak mengerti.

Lihat selengkapnya