The Rotate

Tiara Khapsari Puspa Negara
Chapter #2

Pertemuan

Hidup itu seperti awan, berubah menjadi air hujan, luruh ke sungai, mengalir ke laut dan kembali lagi menjadi awan.

*****



Entah mengapa hari ini langit begitu muram. Bahkan sinar mentari tampak masih malu-malu, bersembunyi dibalik kawanan domba hitam di hamparan langit abu-abu. Sang angin berusaha membelai kawanan domba, menyuruh mereka untuk pergi dengan cara yang halus, namun tidak juga berhasil. Membuat suhu semakin menyeruak ke lapisan kulit.

Tiba-tiba suara gemerincing gelang kaki terdengar. Terus berbunyi memaksa mereka untuk menyudahi aktivitas masing-masing dan membuat mereka mencari asal suara. Setelah menemukannya, mereka terpana melihat seorang gadis berlari memakai pakaian yang bahkan berhasil membuat mereka menganga. Dress berwarna peach yang menyatu dengan merah muda, berlengan panjang, berhiaskan renda. Dengan tambahan selendang yang terulur panjang di belakang pinggang dengan kedua ujungnya yang dililitkan di kedua lengannya. Gadis itu berusaha memegangi bagian bawah dress-nya agar tidak menyapu tanah.

Wajah yang putih dengan polesan make up natural, dan rambut yang dikuncir dengan gaya ekor kuda terus melambai-lambai ke arah mereka. Sepasang anting yang menggantung di telinganya terus bergoyang dan sesekali menyentuh lembut pipinya dengan malu-malu.

Sekilas gadis itu menoleh ke arah kiri, karena kini ia sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh seseorang. Dia mendapati seorang laki-laki memperhatikannya di seberang jalan. Gadis manis itu memperlambat larinya dan berhenti tepat di seberang laki-laki itu, ada sebuah jalan raya yang memisahkan mereka.

Tanpa berpikir untuk merasa takut, gadis itu berusaha melihat siapa yang memperhatikannya. Ia menyipitkan kedua matanya untuk memperjelas penglihatan tapi tidak juga berhasil. Yang dapat ia lihat hanyalah laki-laki yang berdiri tegak di seberang jalan memperhatikannya terang-terangan dengan kedua pergelangan tangannya yang dimasukan ke dalam saku jaket berwarna biru dongker yang tidak tersleting.

Gadis itu masih tidak bisa melihat wajah laki-laki itu dengan jelas. Tanpa peduli untuk menghampirinya, gadis itu melanjutkan apa yang ingin ia lakukan. Ia berbalik, menapakkan kaki putihnya yang berhiaskan gelang kaki di atas anak tangga, sejenak melepaskan flatshoes-nya dan naik menyusuri anak tangga. Berhenti di depan pintu kaca besar dengan tepian besi berwarna emas berhiaskan kaligrafi indah. Gadis itu melepaskan selendang yang terjulur di belakang pinggangnya dan mulai mengenakannya di kepala, membentuknya sedemikian rupa untuk menutupi rambutnya. Tabpa pikir panjang, gadis itu masuk ke dalam dengan langkahnya yang lembut.

Lihat selengkapnya