The Rotate

Tiara Khapsari Puspa Negara
Chapter #4

Penjelasan

Kadang entah kenapa kesendirian bisa menjadi dua hal, menjadi musuh sekaligus teman.

*****



Bel istirahat berbunyi setelah jam pelajaran kedua berakhir. Anak-anak yang sejak tadi tegang menghadapi pelajaran geografi akhirnya bisa bernafas lega. Memang Bu Sekar, guru yang mengajar geografi sangat baik bahkan Beliau tidak pelit terhadap nilai yang akan sering diberikan pada siswanya, hanya saja Beliau akan memaksakan murid-muridnya untuk aktif dengan memberikan berbagai macam pertanyaan nan kreatif yang tidak terduga untuk diajukan kepada murid-muridnya.

Jika bisa menjawab dengan menjelaskan secara benar dan mendetail, Beliau akan memberikan reward berupa 10 nilai ulangan harian. Bayangkan saja jika berhasil menjawab 10 pertanyaan, tentu saja tidak perlu mengikuti ulangan harian dengan nilai ulangan langsung mendapat nilai 100. Sempurna bukan?

Setelah Bu Sekar keluar, anak-anak langsung berhamburan keluar. Mereka akan langsung maju ke medan perang. Para pedagang yang tidak seberapa berjibaku dengan para penghuni satu sekolah ini. Saling berdesakan dengan senjata-senjata mereka yang mereka bawa berupa uang receh, uang yang setengah rusak, atau mungkin uang yang tidak sengaja mereka temukan di jalan. Saling adu dengan piring, sendok, mangkok, cemilan, nasi dan masih banyak lagi.

“Eh, ke kantin yuk!” ajak Bintang, menoleh ke belakang, mengarah kepada ketiga sahabatnya Amel, Nisa, dan Kayra, yang kini sedang berkumpul dengan siswi yang lain mengerubungi Radhit sejak Bu Sekar keluar kelas.

Tidak ada yang menjawab ajakan Bintang karena kini di antara ketiganya tengah asik mengobrol dengan Radhit. Dilihatnya juga Radhit sedang berusaha keras menjawab pertanyaan bertubi-tubi yang diajukan.

Guys, ayo keburu kantinnya penuh!” ajak Bintang sekali lagi. Namun masih tidak ada yang meresponnya. “GUYS! MAU KE KANTIN GAK?” tanya Bintang dengan nada berteriak, kini semua tatapan yang sedang berkerumun itu menoleh ke arah Bintang termasuk Radhit.

“Enggak dulu deh Tang. Lagi irit duit nih.” Kini Nisa angkat bicara, menolak ajakan Bintang.

“Ya udah, irit duit saja sana sampai kaya,” ujar Bintang kesal kemudian berlalu pergi meninggalkan mereka yang kini kembali mengobrol dengan Radhit.

Bintang melangkah menjauh dari kelasnya. Walaupun ia sempat kesal dengan sikap sahabatnya namun kini senyumnya merekah. Kini Bintang jauh dari pandangan mereka, dari pandangan orang-orang yang dikenalnya. Menjadi dirinya sendiri untuk 30 menit ke depan. Menjadi apa yang diinginkannya selama 30 menit ke depan. Menjauh dari keramaian selama 30 menit ke depan.

Kadang entah kenapa kesendirian dalam diri Bintang bisa berarti dua hal. Pertama kesendirian dapat menjadi musuhnya jika ia berada di sekitar banyak orang yang tidak dikenalnya. Kedua kesendirian dapat menjadi temannya jika ia rindu dengan suasana sepi, sunyi. Rindu menjadi dirinya sendiri yang berusaha merajut impiannya atau ingin menyembuhkan apa yang ada di hati dan pikirannya yang merasa sesak, karena memori masa lalu yang datang tiba-tiba. Ya, memori masa kecilnya.

Kini tangan putih yang dihias berbagai gelang favoritnya membuka pintu kaca. Ruang besar bak istana bagi Bintang ada di hadapannya kini. Dengan rak-rak besar yang berjajar bagaikan pilar-pilar yang membantu menopang istana ini berdiri tersusun rapi. Harum khas ruangan ini menyambutnya, serta senyum sapa hangat dari wanita paruh baya dengan kacamata tebalnya. Bintang membalasnya dengan senyuman bahagianya.

Bintang melangkahkan kakinya masuk. Inilah salah satu tempat favoritnya, bagaikan istana impiannya, ruangan besar, aromanya yang khas, jauh dari keramaian, salah satu tempatnya jika merindukan kesunyian, penuh dengan beribu-ribu buku tersusun rapi di rak kayu coklat besar. Sebuah deskripsi sempurna untuk menjadi salah satu tempat favorit Bintang. Perpustakaan. Ya! tentu saja tempat ini adalah perpustakaan. Perpustakaan yang sangat besar yang menjadi istana impiannya.

Lihat selengkapnya