The Rotate

Tiara Khapsari Puspa Negara
Chapter #11

Bintang Jatuh

Kenapa setiap orang selalu menggantungkan harapan pada bintang jatuh? Padahal menggantungkan tubuhnya di langit saja tidak bisa, apalagi menggantungkan harapan seseorang.

*****


Bintang menghela nafas panjang saat berjalan di sepanjang koridor setelah perpustakaan dikunjunginya dan hendak kembali ke kelas sambil membawa dua buah novel tebal dan kacamata minus-nya. Lagi-lagi perkataan Radhit berputar di kepalanya. Entahlah bagaimana Radhit bisa yakin bahwa itu kebohongan, walaupun sebenarnya memang sebuah kebohongan sih.

Bintang sudah menjawabnya dengan begitu tenang, tidak tersendat sekalipun dan sudah membuat suasana dalam dirinya seperti tidak terjadi apa-apa. Yah, tidak terjadi apa-apa, mungkin itu harapan Bintang sekian lama. Tapi hidupnya berkata lain dan tidak ada yang bisa dilakukan Bintang untuk mengatasi masalahnya, bahkan sudah 11 tahun berlalu.

GUBRAKKK!!! Tiba-tiba Bintang terjatuh, membuatnya tengkurap di lantai karena tersandung kaki seseorang yang sepertinya disengaja untuk membuatnya jatuh. Dua novelnya terpental tidak terlalu jauh dari Bintang yang kini duduk di lantai memegangi kacamatanya yang kedua kacanya retak. Dirinya tidak mempedulikan tawa siswa-siswi yang melihatnya terjatuh.

Bintang segera menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang sudah membuatnya terjatuh dan membuat kacamatanya retak. Siapa lagi kalau bukan tokoh utama novel ini? Yap! Radhitya Putra.

“Hei, semua! Ada Bintang jatuh. Ayo buat permohonan!” Bukannya meminta maaf dan membantu Bintang berdiri, Radhit malah meledeknya.

“RADHIT!” teriak Bintang pada Radhit yang telah membuatnya terjatuh. Kini laki-laki itu tertawa, tidak memperdulikan teriakan Bintang.

Bintang segera mencubit tangan Radhit dengan sangat kencang membuatnya memekik kesakitan. Setelah Radhit fokus pada Bintang, Bintang menunjukan kacamatanya yang telah retak pada Radhit.

“INI GARA-GARA KAMU,” bentak Bintang kesal dengan sekuat tenaga dan tawa Radhit seketika senyap. “Kamu ini kenapa sih? Sejak kenal aku, sejak hari pertama kau datang ke sekolah ini, kau terus saja seenaknya membuatku kesal? Hari ini saja sudah ketiga kalinya dan ini...” Bintang menyodorkan kacamatanya ke depan wajah Radhit. “Ini sudah keterlaluan!”

Radhit memperhatikan kacamata yang disodorkan padanya. “Hah, kacamatamu retak?! Aku... aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk merusak kacamatamu. Aku benar-benar minta maaf, Bintang.”

“Tapi kamu sengaja membuatku jatuh kan? Kamu mau ngajak berantem lagi?”

“Iya, tapi...” Radhit menghela nafas, merasa bersalah. “Maafkan aku, aku benar-benar menyesal. Aku tidak bermaksud untuk merusak kacamatamu,” tambahnya.

“Masalahnya gak bisa selesai hanya dengan minta maaf. Sekarang aku harus bagaimana? Kacamataku cuma satu, Radhit. Bagaimana aku melihat apa yang ditulis dan diterangkan guru di papan tulis? Ah sudahlah! Percuma bicara denganmu.” Bintang pergi di akhir kalimatnya, merasa kesal dengan kelakuan Radhit yang seperti anak kecil ini. Tapi dengan segera tangan Radhit menahannya.

“Aku minta maaf. Aku janji akan bertanggung jawab.” Radhit menggaruk kepalanya dan kemudian menghela napas. “Begini saja biar aku ganti lensanya. Sepulang sekolah ikut aku ke optik, ok? Untuk masalah penglihatanmu di kelas…” Radhit berpikir “Ah! Bagaimana kalau kau pindah duduk ke tempat Aro saja? Nanti meja Aro akan aku jadikan satu dan aku akan mencatat apa yang ada di papan tulis kemudian kamu salin ke bukumu.”

“Bagaimana kalau Aro tidak mau?” Tanya Bintang dengan ketus.

“Aku akan paksa dia.”

“Lalu bagaimana kau menjelaskan semua itu, kalau ada guru yang bertanya? Dan bagaimana jika semuanya meledek, mengira kita berdua sedang PDKT? Aku gak mau!”

Radhit menepuk jidatnya sendiri dan berusaha menahan tawa “Serahkan itu padaku. Aku akan menjelaskan semuanya ke setiap orang yang bertanya atau meledek termasuk guru. Kemarikan kacamatamu!” Pinta Radhit, Bintang menyerahkannya.

“Bagaimana jika aku tidak bisa mengerti penjelasan guru karna aku tidak bisa melihatnya?” Bintang menatap Radhit dengan mulut masih tertekuk.

“Tenang, Jika kamu tidak bisa melihat apa yang dijelaskan guru, aku bisa menjelaskan ulang sepulang sekolah dan tolonglah berhenti membuat alasan yang tidak-tidak,” jelas Radhit. “Aku mohon. Aku yang akan bertanggung jawab sepenuhnya.”

“Oh iya, hari ini aku tidak bisa ikut denganmu ke optik, sepulang sekolah aku ada jadwal les.”

“Ya sudah kalau begitu ikut aku ke optiknya besok saja. Jam istirahat hampir selesai. Ke Kelas yuk! Aku dimaafin kan?” tanya Radhit seraya berjalan berdampingan bersama Bintang menuju kelas mereka.

Lihat selengkapnya