Pesan yang perlu kau sematkan pada saku kemejamu adalah Jangan pernah memberi hati pada orang yang hanya memiliki setengah hati
*****
Bel istirahat pertama baru saja berbunyi. Radhit hendak kembali ke kursinya setelah selesai menyalin tulisan Bu Yanti yang sangat amat kecil di papan tulis, hingga ia harus duduk lesehan di depan papan tulis seperti yang lain.
Matanya kini melihat Bintang tertidur di tempat Radhit. Radhit tak tahu apa alasan Bintang tidur di kursinya, mungkin karena letaknya di paling pojok dan berada di bagian belakang kelas dengan jendela di sampingnya yang langsung memperlihatkan turunnya hujan di luar atau mungkin karena suasana sejuk hujan yang memang cocok untuk tidur.
Bintang tertidur dengan kedua tangannya yang terlipat di atas meja yang dijadikan sebagai bantal kepalanya. Kepalanya sengaja diselimuti sampai tak terlihat wajahnya menggunakan jaket milik Radhit. Radhit melihat sesuatu yang dipegang oleh salah satu tangan Bintang, sebuah binder yang terbuka menunjukkan tulisan tangan gadis itu. Penasaran dengan tulisan yang tertera, Radhit pun mengambilnya perlahan.
13 Februari 20xx
Airmu bersimbah turun dari langit menuju kendi-kendi tua di pelataran rumah si candala. Alangkah suci air bekas mandi 7 bidadari ini. Apakah aku layak untuk memintanya barangkali hanya sejumput? Hanya untuk menyirami setengah hatiku yang kering-kerontang dengan sepercik air bekas
Masih tak sadar diri kah aku? Hanya seorang pengemis meminta air yang datangnya dari langit. Bukankah akan lebih layak jika aku meminum bau tanah basah di pusara tua? Barangkali akan aku ambil sekendi tanah untuk kubangunkan sebuah istana untuk si candala ini agar kepalaku layak menampung air suci itu
Seperti itukah yang layak untukku? Bukan malah mengambil harta yang datangnya dari dongeng 7 bidadari di langit nirmala tanpa tahu diri. Ya! Memang seperti itu seharusnya.
Hanya menaruh bola mata di sebuah jendela di gubuk tua yang tanahnya merupakan hasil mencuri di pusara tua. Memandang harap akan air yang jatuh dari langit. Tak seharusnya aku yang hanya memiliki setengah hati ini, mencicipi harta dari kerajaan di langit nirmala hanya untuk menenggelamkan bayang dan kenang yang bersarang.
Radhit membaca tulisan tangan Bintang. Radhit yakin tulisan itu baru saja ditulis Bintang saat jam pelajaran Bu Yanti. Radhit yakin tulisan itu mencerminkan perasaan Bintang saat ini.
‘Kenapa kau meminta tolong pada hujan yang hanya bisa mengalihkan pikiranmu sebentar? Hanya sementara? Aku di sini dan seperti yang kau tau siap membantumu walaupun kau tak memberiku kesempatan. Aku akan selalu siap membantumu. Tapi lagi-lagi pertanyaan keduaku tadi pagi tidak dijawab hanya karena terinterupsi oleh bunyi bel masuk,’ ucapnya dalam hati.
Radhit menghela nafas. Perlahan mengambil jaketnya yang menutupi wajah Bintang, takut gadis yang sedang tertidur ini terbangun. Berhasil! Sekarang terlihat wajah Bintang yang masih tertidur memerah dan dibanjiri keringat dengan beberapa helai rambut menutupi wajahnya. Suasana di luar sejuk, namun Bintang sendiri membekap wajahnya. Apakah dia merasa kedinginan? Atau...
“Apa ia diam-diam menangis di balik jaketku dan malah berakhir dengan tertidur? Itu yang ku takutkan sekarang. Semoga saja tidak.”
“Dhit!” teriak salah satu temannya yang berada pada sisi pojok kelas yang satunya.
Radhit menoleh “Ya?!” sekarang teman-temannya mengisyaratkannya untuk menghampirinya.
*****
"Kak Bintang ayo main!" Sebuah panggilan mungil memanggil Bintang untuk bermain.
Bintang menoleh ke arah suara yang didengarnya. Namun tidak ada seorangpun di sana. Rasa penasarannya pun tumbuh, dan dia memutuskan untuk mencari siapa pemilik suara itu. Namun sepertinya ia perlu waktu lama untuk mencarinya, sebab kini dirinya ada di sebuah padang rumput luas tanpa pepohonan. Yang ia lihat hanyalah hamparan rumput hijau dan tentu saja dirinya sendirian.
"Kak Bintang ayo main!" Lagi-lagi suara itu terdengar, namun masih tidak ada seorangpun disini.
“Siapa yang kira-kira memanggilku? Tidak ada seorangpun di sini. Dipikir berapa kali pun bahkan tidak ada tempat untuk bersembunyi,” batin Bintang.
"Hahaha. Kak Bintang kenapa tidak bisa menemukanku?" Suara mungil itu terdengar lagi, menertawakan Bintang.
“Siapa kau? Ada dimana kau?”