Rumor diciptakan hanya untuk menutupi kebenaran. Tapi mengapa masih banyak yang percaya padanya?
*****
"Kalau seperti itu, lalu mengapa kau sendiri malah tidak membagi ceritamu pada orang lain? Hanya menyimpannya untuk dirimu sendiri."
Pertanyaan Radhit seketika membuat Bintang menatapnya dengan tanda tanya. Mengapa lagi-lagi pembicaraan ini jadi begitu serius? Dan lagi bukankah Bintang sudah menceritakan segalanya sesuai dengan yang telah ditanyakan Radhit sebelumnya? Lalu untuk apa hal itu ditanyakan lagi?
"Aku tidak mengerti. Bukankah aku sudah menceritakan segalanya? Kau sudah bertanya segalanya yang ingin kau tahu, kan?"
Sebenarnya Bintang sangat tidak suka dengan situasi seperti ini. Begitu serius dengan obrolan yang terkesan bersifat pribadi. Hal seperti ini sangat membuat Bintang canggung. Dia sungguh-sungguh tidak terbiasa dengan situasi seperti ini.
Radhit menghela napas. Kenapa juga dirinya malah mempertanyakan hal tersebut? Seperti yang dikatakan Bintang, segalanya telah diceritakan oleh gadis itu.
"Bukan! Bukan itu maksudku." Radhit terdiam. Dirinya sadar telah salah bertanya, tangannya mengusap wajahnya dengan kasar.
"Kalau bukan itu maksudnya, lalu apa?"
Bel tanda sesi istirahat telah habis berbunyi. Membuat percakapan mereka terinterupsi. Anak-anak sudah mulai kembali ke taman, mulai membentuk formasi lingkaran. Rupanya mereka sudah hapal betul dengan kegiatan di panti. Tidak perlu ada orang yang berteriak menertibkan mereka lagi.
"Seperti katamu tadi, sekarang sudah waktunya mendongeng, kan? Lagi pula anak-anak sudah mulai duduk melingkar, ayo kita kesana. Aku tidak mau melewati kegiatan ini," ujar Radhit, tidak mempedulikan pertanyaan Bintang tadi. Dirinya segera berlalu, meninggalkan gadis itu dan bergabung bersama anak-anak yang lain.
Bintang masih termenung. Tatapannya nanar melihat sosok laki-laki yang mulai akrab dengan anak-anak di sini. Pikirannya sibuk mengartikan pertanyaan Radhit. Kalau bukan itu maksudnya, lalu apa lagi?
"Kak Bintang ayo! Kita semua sudah siap." Salah satu anak yang sudah duduk manis berteriak, mengaburkan lamunan Bintang.
Karena panggilan anak barusan, semua mata tertuju padanya. Dilihatnya Radhit yang sudah ikut bergabung, memperhatikan dirinya juga. Tatapannya saling bertemu dengan pikirannya masing-masing. Akhirnya Bintang berdiri dari duduknya, mulai ikut bergabung bersama anak-anak seraya tersenyum, menyembunyikan kebingungannya untuk segera memulai sesi mendongeng ini.
"Baiklah ayo kita mulai sesi mendongengnya. Kali ini dimulai dari siapa ya?" Bintang nampak melihat sekeliling, mulai memilih. Dirinya kini berdiri di tengah-tengah lingkaran. "Ah! Karena Kak Radhit sedang berulang tahun, bagaimana kalau Kak Radhit saja yang bercerita? Setuju?" tanyanya.
Radhit yang mendengar hal itu terkejut, matanya membelalak. Menatap Bintang dengan tatapan bingung sekaligus panik. Dirinya tidak menyangka akan ikut andil dalam kegiatan ini. Radhit hanya mengira dia hanya akan menjadi penonton saja.
"Ayo Kak Radhit, silahkan berdiri di tengah lingkaran dan ceritakan apapun yang ingin kau ceritakan," ucap Bintang mempersilahkan Radhit berdiri dan disusul dengan suara riuh tepuk tangan memberi semangat dari anak-anak.
Radhit menelan salivanya. Dengan terpaksa mulai berdiri di tengah lingkaran. Dia menatap wajah Bintang yang dibalas dengan kedipan mata dan sebuah senyuman misterius dari gadis itu. Dirinya tidak bisa mengartikan ekspresi Bintang barusan. Apakah ini balas dendamnya karena pertanyaannya tadi? Baiklah, jelaskan saja apa yang perlu dijelaskan, pikirnya. Radhit mulai menarik napas, mengumpulkan keberaniannya.
"Baiklah, aku akan menceritakan sebuah dongeng mengenai pertemuan ksatria matahari dengan putri Bintang." Radhit mulai bercerita, dirinya sudah memutuskannya. Membuat situasi terbalik dengan cepat, kini wajah Bintang yang menunjukkan keterkejutannya.
Anak-anak yang mendengarnya langsung heboh dibuatnya. Mereka merasa pertanyaan mereka saat melihat Radhit datang bersama Bintang akan terjawab. Wajah mereka menunjukan ekspresi yang begitu antusias, tidak sabar mendengarnya.
"Dahulu kala ada sebuah rumor yang beredar. Rumor itu diceritakan dari orang ke orang, dari desa ke desa, dari negeri ke negeri, hingga rumor tersebut jadi sangat terkenal, hingga sampai ke negeri matahari. Rumor itu mengenai kutukan si Putri Bintang, seorang Putri yang amat sangat cantik parasnya dan baik nan bijaksana perangainya. Rumor itu mengatakan bahwa dulunya putri Bintang sangat mahir memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengelabui lawan. Kalian sudah tahu kekuatan putri Bintang, kan?"
Mendengar pertanyaan Radhit, kepala semua anak mengangguk mantap dan mata mereka tidak berkedip sekalipun. Sedangkan Bintang hanya menunduk, menatap rumput. Pilihannya untuk menunjuk Radhit mendongeng ternyata merupakan sebuah kesalahan.