Pada rukun tiap kepergian adalah menggali langkah, memupuk rindu, kemudian pulang untuk diluruhkan
*****
Lamunan begitu mencair di kaca jendela pada musim dingin. Guratan napasnya berbunga membentuk asap yang melayang menghembuskan kata amin. Ingatannya yang terpatri pada batin, kadang begitu menyiksa untuk membentuk senyum tanpa izin. Meminta jatah pada waktu luang yang seperti labirin, berusaha mencari celah di antara nyala api lilin, pada waktu yang mungkin.
Dia tersenyum menatap kemarin, ketika langkah-langkahnya berjalan pada temu yang tak pernah terjalin. Terus menunggu gadis itu mau bermain, tanpa tahu kapan dia tak lagi dingin.
Dreeeek!
Suara pintu geser menyadarkannya dari menatap jendela, dari bayangan guratan-guratan ingatannya pada salju yang tak pernah menimbun asanya di irlandia.
"I should know. You and your bad habit in the empty class," ujar seseorang yang membuka pintu, berhasil membuyarkan lamunannya. "That girl, right?" tanyanya, ingin memastikan sesuatu.
Dia hanya bisa terkekeh, tebakan sahabatnya yang bernama Dhani ini tepat sekali. Aneh rasanya ketika sahabat baikmu sudah hapal dengan kebiasaan burukmu. Hal ini malah mengingatkannya akan sesuatu, kebiasaannya dulu dan gadis yang tengah dipikirkannya sejak tadi.
"Sudah beberapa kali aku bilang, jangan melamun di ruangan kosong! Kalau kau kesurupan, bagaimana?" ucapnya dengan bahasa Indonesia yang fasih.
Menasehati sahabatnya ini adalah salah satu hobinya sejak mereka saling mengenal di bangku kuliah, di Trinity College Dublin. Dhani yang juga berasal dari Indonesia ini pertama kali berkenalan dengan Radhit ketika mengikuti kuliah umum. Mereka menjadi sering bertemu ketika berkumpul dengan komunitas mahasiswa Indonesia di Universitas. Membuat mereka memutuskan untuk berteman di negara asing ini, hingga akhirnya mereka bersahabat, walaupun program studi yang mereka ambil berbeda, namun masih dalam satu fakultas.
"Iya, iya! Tidak akan aku lakukan lagi. Lagian besok sudah saatnya untukku menemui tuan putriku. Urusanku di sini sudah selesai." Seringainya tergurat. Sifat arogannya memang terkadang masih muncul, walaupun belakangan ini dilakukan hanya untuk menggoda teman-temannya.
"Daripada anda menyombongkan diri lebih jauh lagi, Ada baiknya anda bertemu dengan prof. Collin di ruangannya. Beliau bilang kalau dia mencarimu. Ayo silahkan, tuan matahari."
Lagi-lagi dirinya terkekeh mendengar sebutannya itu seraya meninggalkan kelas kosong ini bersama Dhani. Sesuai perkataan sahabatnya ini, mereka segera menuju ruang Prof. Collin, dosen penanggung jawab Radhit.
Kini nama Radhit tidak pernah terdengar lagi sebagai nama panggilannya. Hatinya sedang memupuk kerinduan pada panggilan tersebut yang hanya ingin didengarnya dari suara gadis itu, gadis yang kini masih agak dingin. Nama panggilan yang lebih sering bergaung diantara teman-teman atau sahabatnya di Universitas adalah 'Matahari' atau 'Sunny'. Mulut dan hatinya yang memintanya secara langsung.