Tak perlu pesan beruntai panjang tuk akhiri kisah ini
*****
Tangannya menggiring pelan, mendayung kursi beroda empat untuk menatap langit. Sebelumnya didudukannya Gadis yang masih lemah terkulai itu pada kursinya. Menuju taman, tak lagi menatap bau obat yang sumringah dalam ruangan. Langkah Matahari itu meniti perlahan, menjelaskan ini itu pada si gadis. Gadis hanya mengangguk dengan terkadang air keluar dari matanya.
Kemana saja ia selama ini? Pelan bertanya pada batinnya yang masih terkulai lemas. Bukan lagi suara yang ditakutkannya dulu, kini suaranya sendiri. Langkah satu manusia dan empat roda itu berhenti, ketika bau obat tak lagi terhirup di hidung.
Matahari melangkah bersimpuh menghadang di hadapan gadisnya. Perlahan tangannya terulur lembut di pipinya, mengusap airnya yang jatuh. Mulut si gadis terbuka, berusaha suara ia keluarkan untuk beri sebuah pesan padanya.
"Sebelum kau pinta kita berangkat ke bukit dulu. Ada yang mulutku ingin katakan. Kamu menang Matahari. Tapi tangan terjulur kemudian berusaha menarikku mengantarnya ke bukit, tak genap lah pesanku pada waktu itu," ucapnya tertatih-tatih pada sendu sedannya sendiri. "Mulutku ingin bilang kamu menang, agar kau tak perlu sia-siakan tenagamu untuk mengubahku. Tapi peluk kau jatuhkan padaku, buatku bimbang. Ingin memilikimu selamanya pada maghrib itu. Ingin aku bawa kau ke rumah ku dan tinggal di sana. Setengah hati itu genap menguasaiku," isaknya makin keras.
Dititahnya tangan laki-laki, kurus sekali jari-jarinya tergolek pada tapak tangan si Matahari.
"Kau sungguh benar pulangkan aku di perempatan jalan, tak di depan rumah ku. Tanganku sudah pasti menyeretmu jika demikian terjadi. Hingga sejumput aku tak kuat menahan setengah hati, pergilah ragaku pada malam itu. Kembali ke bukit seperti orang tertinggal barang pada waktu magrib bersamamu. Aku ingin benar-benar hilangkan setengah hati yang seperti benalu. Tapi kau datang, buatku murka pada ketidakpercayaan akan aku. Buatku ingin buktikan bahwa aku benar dengan melawan si setengah hati dan aku jatuhkan lah pada tebing itu, ingin menyusul adikku." Dia menunduk, genap sekali wajahnya sudah basah air mata. Mendekap pada tangan Matahari di hadapnya. "Aku cuma gadis licik bersembunyi pada puzzle-puzzle ilusi," tambahnya.