I love it when you just don’t care.
I love it when you dance like there’s nobody there.
So when it gets hard, don’t be afraid.
—“Life of the Party” by Shawn Mendes—
Kak Endra!” Beberapa siswi SMA Persada Gemilang yang berkumpul di pintu parkir motor riuh berteriak ketika melihat cowok bernama lengkap Algis Mahendra Mahatma melintas di hadapan mereka.
Tanpa berpikir atau berusaha mencari tahu siapa yang berteriak, cowok tinggi yang hari ini berjaket kulit hitam itu, segera mengulaskan senyum sambil melambaikan tangan. Keputusan yang salah karena teriakan itu terdengar semakin nyaring. Bahkan, sepersekian detik kemudian mereka sudah mengelilingi Endra.
“Kak, kemarin aku liburan ke New York. Ini, aku bawain oleh-oleh.” Seorang cewek berpita biru mengulurkan kantong kertas.
“Postcard dari aku udah sampai belum? Aku sengaja nyariin yang lucu, lho, buat Kakak!”
“Kakak suka Game of Thrones, kan? Aku beliin Kakak merchandise terbarunya.” Sebuah kantong bermotif polkadot hadir di hadapan Endra.
Endra sama sekali tidak terlihat rikuh. Dia mengambil setiap bingkisan yang mereka ulurkan. Cowok itu juga menjawab setiap pertanyaan. Baginya ini bukan sesuatu yang aneh. Bahkan, bisa dikatakan ini sudah menjadi rutinitas. Walau begitu, dia berusaha tidak ada yang mendapat perhatian lebih karena tidak ingin memberikan harapan yang salah.
“Liburan kemarin Kakak jadi ikut Genius Summer Camp di Bangkok, Kak? Gimana? Seru?”
“Summer camp-nya seru. Aku kenalan sama bule cantik,” Endra menjawab sambil menyunggingkan senyum tipis. Walau hanya sebentuk senyum tipis, tapi sukses membuat cewek-cewek yang mengelilinginya berteriak histeris.
Menurut Endra, tidak ada yang istimewa pada dirinya. Berbanding terbalik dengan yang dipikirkan cewek-cewek SMA Persada Gemilang. Selain berpostur ideal, wajah Endra juga menarik. Dia terlihat sangat maskulin dengan garis rahang tegas dan diimbangi dengan senyum ramah yang sering diulasnya. Tapi, yang paling menarik perhatian cewek-cewek adalah bola mata cokelatnya yang memiliki tatapan tajam dan suara basnya yang sukses membuat cewek-cewek berdebar hanya karena mendengarnya.
“Tapi, masih cantikan aku, kan?” Cewek yang berdiri di sampingnya berusaha menarik perhatian dengan sengaja menggandeng tangan Endra.
“Girls, aku buru-buru. Kasihan Ellie kelamaan nungguin.” Dengan satu gerakan, Endra berhasil melepaskan tangannya sambil melemparkan senyum. Kemudian, dia berlari menuju Ellie, sahabat sekaligus tetangganya, yang sedang asyik membidik bangunan sekolah mereka dengan mirrorless.