Suasana mencekam di sebuah rumah yang berada di dalam hutan. Terdiri dari seorang Ayah, Ibu dan seorang anak. Anak tersebut bernama Ken Kirito. Dia baru berusia 9 tahun. Tinggal di sebuah rumah yang terbuat dari kayu dan lampu-lampu yang agak remang-remang. Kirito saat itu sedang menggambar karakter Samurai dan Ninja yang disituasikan sedang bersahabat. Ia memiliki seorang Ayah yang bernama Hayama Kirito dan Shu Miko. Latar belakang mereka berbeda. Hayama Kirito adalah seorang Samurai dan Shu Miko adalah seorang Ninja. Hubungan mereka sebenarnya tidak direstui kedua orang tua mereka hingga akhirnya mereka melakukan "Kawin Lari". 12 tahun lamanya mereka hidup tenang dan dikaruniai Kirito pada malam itu harus disiram dengan hal yang buruk.
"Shu.... panggilkan Kirito!. ini cukup genting !"
"Baik, sayang..."
Shu memanggil anaknya yang ada di kamarnya di lantai 2. Kirito yang sedang menggambar langsung menghadap ibunya yang ada dibelakang pintu kamarnya dan terlihat tergesa-gesa.
"Kirito... kemarilah, nak!"
"(mendatangi ibunya) Ada apa ibu?..."
"Ayo, Ikut Ibu... Ayah mau ngomong sama kamu.."
Kirito diajak ibunya bertemu Ayahnya diruang tamu. Ayahnya yang sudah berada di ruang tamu tampak sedang gelisah dan ingin menyampaikan sesuatu kepadanya.
"Kirito.. sini nak! Ayah ingin bicara sama kamu!"
"Ada apa, Yah? kok muka Ayah tegang begitu..?"
"Nak.. rumah kita sebentar lagi dalam bahaya.. Ayah minta kamu bersiap-siap untuk pergi dari rumah. Kamu pergi bersama Ibumu, ya."
"Hah? bahaya? maksud Ayah apa? Aku nggak ngerti"
"Kelompok Samurai Kotor datang untuk menghancurkan rumah kita dan ingin membunuh kita, Nak."
"Apa?! mereka akan datang?!"
"Sekarang cepatlah berkemas..... Shu... tolong, ya!"
"Tunggu! Ayah sendiri bagaimana?"
"Ayah akan menahan mereka sebisa mungkin.. Nanti kalian keluar lewat jalan rahasia, ya"
"Ayah.... jangan! Kita pergi saja ramai-ramai.."
"Nggak bisa nak.. mereka itu banyak. Bahkan diluar hutan ini juga masih ada mereka beberapa orang."
"Aku nggak mau Ayah mati disini...Aku nggak mau"
"Shu!... cepatlah bawa Kirito!"
Ayahnya langsung menegaskan ibunya untuk membawa Kirito. Kirito yang sudah sedikit mengeluarkan air mata hanya bisa terdiam dan melemaskan diri untuk bisa dibawa Ibunya menuju jalan rahasia untuk keluar dari rumah. Kirito langsung berkemas membawa barang-barang seadanya dan ringan. Mereka bertiga menuju ke jalan rahasia yang ada di dapur. Tepatnya di lantai dapur. Shu dan Kirito turun menuju jalan rahasia dengan tangga darurat. Kirito yang turun terakhir diberi pesan oleh Ayahnya.
"Kirito.. kamu harus bertahan hidup.. Ayah yakin kamu bisa... Ayah doakan kamu akan terus hidup sampai bisa menjadi seorang Samurai Assassin. Kamu masih ingat 'kan apa yang diajarkan Ayah dan Ibumu ? itu akan menjadi bekal untukmu diluar sana. Oh, ya.. sebelumnya Ayah beritahu. Kamu temuilah Sawamura Iwafumi. Beliau adalah sahabat Ayah. Pergilah menemui dirinya dan bergabunglah di Departemen Samurai-Ninja Modern. Kamu akan dilatih olehnya sampai kamu besar nanti karena dunia luar jauh lebih kejam dan kamu harus bisa berjuang disana. Paham ! "
"Tapi, Ayah sendiri bagaimana??"
"Jangan Khawatir... Ayah baik-baik saja. Sekarang pergilah! "
"Braaak!!..." pintu rumah terdengar kencang. Beberapa orang sudah masuk secara paksa rumah itu. Hayama langsung memasukkan kepala anaknya dengan paksa dan menutup pintu rahasia tersebut dan ditutupi karpet kecil berwarna merah dan ditata rapi. Lalu, ia keluar dapur dan mengambil pedang Katana yang tidak jauh dari dapur. Sebanyak 10 orang masuk dan berada di ruang tamu. Salah satunya adalah Komuro Toki. Seseorang yang dianggap sebagai wakil ketua dari Kelompok Samurai Kotor.
"Wah..wah... kayaknya kita sedikit terlambat nih...."
"Kalian mau apa??.... kalau lo mau ngebunuh keluarga Gue.. Langkahin dulu mayat Gue!.."
"Hoo.... udah siap mati nih?? Oke, ayo kita 'bermain'... Semuanya!!.. Serang!!..."
Anggota Samurai melingkari Hayama dan bersiaga dengan pedang mereka masing-masing. Hayama yang menguasai teknik pedang kuno atau yang disebut Blade Stealth dengan mudahnya dapat mengalahkan 9 orang yang sempat menyerangnya. Tapi tidak untuk Komuro. Dia yang jauh lebih cepat menyerang berhasil mengenai serangannya ke bahu Hayama. Hayama terkejut dan memegangi bahunya sejenak.
"Waaah... kayaknya Gua kecepetan deh nyerangnya.... yaaah, tapi seenggaknya Gua udah bisa ngasih prediksi nih siapa yang bakal menang..."
Komuro membalikkan badan dan melakukan kuda-kuda menyerang. Hayama yang mulai menahan sakit di bahu mau tidak mau harus bersiap menyerang. Dirinya merasa sudah pasrah dengan keadaannya dan ia sudah merasa ini akhir hidupnya. Meski begitu ia harus tetap menunjukkan jati dirinya sebagai Samurai. Pertarungan satu serangan pun dimulai. Ini seperti akhir adegan dalam pertarungan mereka berdua. Kedua petarung mulai bersiap-siap mengambil ancang-ancang dan memegang erat kedua pedang mereka. "Syuuung....!" bagaikan angin berhembus kencang mereka berlari seperti ingin menabrakkan diri satu sama lain. Pedang sudah disiapkan untuk menjadi alat membunuh. Jarak yang sudah agak dekat membuat pedang kedua pihak yang menambah jarak mereka berdua dan menjadi penentu kemenangan. Akhir dari pertarungan ini adalah "Syuuuiiikk!!!" bunyi yang diibaratkan sebuah pedang yang telah menebas atau menyayat anggota tubuh seseorang. Setelah bunyi itu, Keduanya berhenti berlari dan masih dalam kuda-kuda. Kurang lebih 30 detik, terdengar suara orang yang batuk sambil mengeluarkan darah. Hayama rupanya batuk dan mengeluarkan darah. Komuro tersenyum sendiri setelag mendengar suara batuk itu. Hayama mulai berlutut dan memegangi perutnya yang tersayat.
Shu, Kirito.... maafkan aku. Mulai sekarang, perjuanganku hanya sampai disini....
Kata Terakhir dalam hatinya sekaligus menghembuskan nafas terakhirnya. Ia pun jatuh tergeletak dan sudah tidak bernyawa lagi.
"Sudah jelas... pemenangnya adalah Gue, Komuro Toki..."
***
Kirito dengan Ibunya, Shu berjalan begitu cepat menyusuri jalan rahasia yang digenangi air. Mereka segera menuju ke pintu keluar yang menembus ke sumur tua yang ada di belakang rumah mereka yang jaraknya bisa ditempuh 30 menit. Tapi, ditengah jalan. Ada orang yang berteriak.
"Ayo, cepat!... mereka lewat sini...!"
"Celaka... Mereka sudah sampai sini. Kirito, Kamu lari duluan. Ibu akan membuat perangkap."
"Baik, ibu..."
Shu membuat perangkap berupa ranjau kaki, dan bom kertas dengan dibacakan mantera jutsu. Lalu, Shu lari menyusul Kirito. Sementara Anggota Samurai Kotor yang sudah berlari mengejar mereka berdua terkena perangkap Shu dan membuat beberapa diantara mereka terluka kakinya dan yang terakhir menyenggol bom kertas yang ditempelkan pada kunai yang tertancap. "Booom!!!... Suara ledakan terdengar dan cukup bergema di dalam jalan tersebut. Kirito dan Shu menemukan tangga yang langsung menuju sumur tua. Mereka berdua langsung naik menuju mulut sumur. Sampai di mulut sumur dan keluar dari jalan rahasia, Ada sekitar 6 atau 7 orang anggota Samurai Kotor yang ternyata telah menunggu mereka berdua. Mereka berdua terkejut karena jalan rahasia telah diketahui.
"Kirito, mundur... !!"
Shu mengeluarkan genjutsu untuk menghadapi mereka sejenak. Sambil melakukan 3 gerakan tangan dan membacakan judul jurus yang dikeluarkan.
"Genjutsu : Earthquake !!"
Tanah yang diinjak anggota Samurai Kotor itupun mengalami goncangan dan mereka langsung terjatuh masuk ke lubang raksasa yang cukup dalam karena genjutsu yang dikeluarkan Shu. Mereka berdua kembali berlari. Saat berlari, Shu bertanya kepada anaknya mengenai pesan yang dberikan Hayama.
"Kirito... apa yang dipesankan ayah padamu..?"
"Ee.. katanya disuruh menemui tuan Sawamura..."
"Oh... si 'Tua Bangka' itu..?"
"Tua Bangka??"
"Iya... dia adalah sahabat Ayahmu.. meski agak konyol tapi dia itu baik dan bisa diandalkan. Baiklah, kita akan pergi kesana."
Begitu mereka berlari, tiba-tiba, Shu terkena serangan misterius berupa pisau belati yang melukai bahu kanan yang sedikit mendekati dada kanannya. Sontak mereka terhenti. Shu sempat berteriak kecil.
"Ibu.... Ibu nggak apa-apa..?"
"Nggak, nak. Ibu nggak apa-apa..."
Muncullah seorang pria yang berbadan tegap dengan baju warna putih dan berambut gondrong dari arah kanan hutan. Wajahnya cukup sangar dan memiliki kumis dan jenggot yang ketebelannya sedang. Matanya sangat tajam seperti siap membunuh.
"Lama nggak ketemu, Shu Miko..."
"Cih... Shoko Shouta..."
"Yaah.. kamu makin cantik aja, ya... tapi, sayang. Kamu lebih memilih laki-laki payah itu. Jadi kecantikanmu juga payah."
"Terus aja mencela.. Gue nggak peduli.."
"Ibu..."
"Kirito.. larilah!"
"Hah?!... Ibu sendiri gimana?"
"(mulai berdiri) tenang.... Ibu nggak apa-apa....(sambil melepaskan pisau dibahunya) terus berlari nak dan temui Sawamura."
"Nggak..!"
Shu melihat Kirito dengan kaget.
"Aku nggak mau kehilangan Ibu.. Aku ingin kita berdua pergi bersama-sama..."
"Jangan khawatir... Ibu nggak apa-apa... kamu harus kuat... pergilah! terus berlari...!"
"Tapi Bu...."
"Pergilah!!.... Jangan berhenti berlari sampai kamu ketemu Sawamura..!"
Kirito yang masih berat hati mau tidak mau harus lari meninggalkan Shu. Sebelum ia lari, Kirito memegangi kepala ibunya dan diturunkannya agar sejajar dengan kepalanya karena tubuh Kirito yang masih kecil. Ia mencium pipi Ibunya dengan penuh tangis. Ibunya juga membalas dengan mencium pipi Kirito. Setelah itu, Kirito langsung meninggalkan Ibunya.
"Hooo... dramanya udah kelar? jadi, bagaimana sekarang?.."
Shu langsung menyerang dengan kunai. Shoko yang memakai pedang gerigi merespon serangan dari Shu dan menyerang balik hingga terjadi kemelut. Tapi, tidak membutuhkan waktu lama, Kirito kecil yang sedang berlari mendengar jeritan Ibunya yang kencang.
"HYAAAAAA......!!!!"
"Hah?? I..IBUUU!!!..."
Kirito yang tadi berlari malah kembali untuk melihat ibunya. Sampai ditempat yang tadi mereka berhenti. Jarak masih sedikit jauh dari area pertarungan. Kirito kaget bukan kepalang. Kaki kanan Ibunya terputus karena serangan dari Shoko. Pendarahan hebat terjadi pada kaki Shu. Dalam keadaan tergeletak, ia sempat menyeret tubuhnya sendiri seperti ingin menjauh. Kirito sangat terpukul dan wajahnya menjadi terperangah dan menambah raut kesedihan dan ketakutan. "Tap.." Shoko menginjak punggung Shu. Shu mulai tidak berdaya dan hanya pasrah dengan keadaannya. Pedang gerigi yang ia pegang diposisikan ke bawah seperti ingin menancapkannya ke tanah. Shoko mulai tersenyum menyeramkan. Shu yang melihat ke belakang dengan susah payah karena lemas dan matanya mulai cekung hanya bisa tersenyum pasrah. Dan selanjutnya, "Zlaaag..!" lehernya ditusuk dengan pedang gerigi Shoko. Dengan cara yang mengenaskan Shu menghembuskan nafas terakhirnya. Kirito yang bertambah sedih meski begitu ia harus lari. Kembali ke jalan yang tadi ia lewati dan berlari sekuat tenaga. Baru beberapa langkah ia berlari, Shoko langsung menyusul dan tepat berada di depan Kirito. Kemudian, ia ditendang hingga jatuh tersungkur. Belum selesai, Kirito yang tersungkur kemudian ditarik dan diangkat oleh Shoko dengan dipegang kakinya. Kirito yang sudah ketakutan hanya pasrah. Shoko pun mulai berkata