The Scar

Arianti Pratiwi Mustar
Chapter #7

The Scar | 06

Sara menggigit pantat pensilnya keras, sampai kulit hitamnya terkelupas. Sedari tadi matanya bolak-balik dari papan tulis ke jam tangan. Penjelasan guru kimia tak satu pun menyentil otaknya. Termokimia sedang tidak menarik untuk ditelusuri.

Itu semua karena Bayu. Perlakuan cowok itu menganggu kerja otak dan jantungnya. Tidak... bukan jatuh cinta, hanya terkejut. Kejadian tersebut terjadi tiba-tiba dan yang melakukannya orang asing. Jelas saja respon jantungnya tidak baik, berdetak tak normal, sampai membuat wajahnya merah.

Tapi, apa benar wajahnya memerah? Alis Sara berkerut, melakukan rekonstruksi adegan tadi di kepalanya. Detik kemudian ia menggelang keras. Tidak... tidak mungkin, pasti akal-akalan Bayu.

Sara bertekad membuktikan kalau hatinya tidak melakukan kesalahan. Ia harus menemui Bayu sekali lagi. “Dinda... lo kenal Bayu nggak?” bisiknya pada teman sebangku.

“Lo punya masalah sama Bayu? Wah... Bahaya.”

“Nggak lah. Ada yang harus gue buktiin.”

“Gue kasih tahu, ya. Walaupun muka Bayu dan Banyu itu sama. Kami lebih milih jauhin Bayu.”

“Kenapa?”

“Karena....” Dinda berpikir sejenak, kemudian mengangkat bahu ringan. “Nggak tahu juga. Gue ikut-ikutan doang. Tapi, emang aura dia beda sih dari Banyu.”

“Terus, Bayu di kelas mana?”

Mata Dinda melotot. “Lo beneran mau nyari dia? Aduh... jangan deh Sara. Dia punya teman-teman yang preman juga. Walaupun sebenarnya di situ ada Zelo.” Dinda menumpukkan kedua tangannya di dada, wajahnya cerah memuja.

“Zelo itu yang bareng dia tadi pagi? Ganteng sih emang.” Sara manggut-manggut setuju. Namun, itu tidak penting. Ia punya urusan lain dan itu bukan dengan Zelo. “Jadi, kelas Bayu di mana?”

“XI IPS 6. Kumpulan para penista sekolah.”

Sara membekap mulut agar tawanya tak menyembur keluar. Cukup pertengkaran pagi tadi yang membuatnya terkenal, tidak dengan hukuman lain. “Istirahat lama banget sih.”

“Tinggal tujuh menit kali. Lo segitu penginnya ketemu Bayu?” Dinda berdecak dan geleng-geleng kepala. “Jangan-jangan gegara kejadian tadi pagi, ya? Padahal dia yang bonyok. Kasihan wajah ganteng dia, sering banget dibonyok-bonyokin.”

Dinda menghela napas lelah, lalu menopang dagu. “Seandainya dia ramah kayak Banyu atau murah senyum kayak Zelo. Gue udah masukin dia ke daftar calon kekasih khayalan Dinda. Ehh... tapi, mukanya dingin-dingin empuk gimana gitu.”

“Apaan sih lo.” Sara memukul bahu Dinda pelan. Merasa geli mendengar judul daftar absurd gadis itu.

“Tapi, Sar. Lo harus hati-hati sama Rony. Gue yakin dia udah jadiin lo musuh bebuyutan.”

Sara mengangkat bahu, tak acuh. “Terserah dia. Gue nggak takut.”

“Lo emang nggak waras. Baru dua hari sekolah lo udah adu mulut sama murid paling bermasalah di sekolah. Terus sekarang lo mau masuk ke kandang macan buat nyariin cowok yang paling disegani di sekolah. Saran gue, mending lo jadi cewek lugu aja sampai lulus. Kalau berurusan sama orang-orang itu bisa berabe.”

Sara baru saja membuka mulut, tatkala bel panjang istirahat berbunyi. Dengan cepat ia merapikan buku-bukunya ke dalam tas. Melupakan kata-kata yang ingin diucapakan pada Dinda. “Gue pergi dulu. Bye.”

Dinda geleng-geleng kepala. “Gue nggak ngerti. Tuh, cewek kelewat berani apa bego, sih.”

☼☼☼

Kelas Bayu berada di ujung koridor lantai dua. Sara mempercepat langkah, takut kalau cowok yang dicarinya sudah keluar kelas. Berkat si anak ‘hebat’—Rony, ia menjadi bahan obrolon teratas para siswa. Saat menyusuri koridor, mereka terlihat berbisik dan ada juga yang menyapanya langsung. Langkahnya terhenti saat pintu kelas Bayu sudah di depan mata.

“Kamu yang tadi pagi itu, ya?’” tanya seorang cowok dengan rambut aut-autan. Begitu juga dengan seragam sekolahnya.

“Bayu ada nggak?” Sara tidak ingin berlama-lama. Apalagi harus meladeni Jarot, seperti yang tertulis di papan nama cowok itu.

“Cariin Banyu kali.” Jarot masih saja mengoceh.

Sara membuang napas kesal. Lantas masuk ke kelas yang berisi beberapa murid yang tidak jauh dari gaya berpakaian Jarot dan wajah Bayu tidak terlihat di antaranya.

“Ehh... kamu yang kemarin itu, kan?”

Mata Sara menyipit, memperhatikan cowok yang mendekat. Wajahnya tak asing.

“Kamu yang pegang wajah Bayu. Gue juga dengar aksi lo tadi pagi.”

Seketika Sara ingat, cowok itu salah satu perokok di belakang gudang kemarin. “Ahh... gue ingat. Bayu mana?”

“Lo ke sini nyari Bayu?” tanya Ruly. Sara mengangguk. “Biasanya kalau istirahat dia tidur di mana pun yang dia suka. Dia itu nomaden.”

“Zelo mana?”

“Lo kenal Zelo juga? Kalau gue? Lo kenal nggak?”

“Nggak penting. Mana Zelo?”

“Sakit banget tahu nggak. Asal lo tahu yaa... gue Bayu sama Zelo itu teman baik. Kalau lo cuma tahu mereka berdua, kesannya....”

Sara tidak ingin mendengar kelanjutan kisah menyedihkan yang dipaparkan Ruly. Ia melengos pergi untuk mencari Zelo, syukur-syukur bisa langsung bertemu dengan Bayu. Gadis itu turun ke lantai satu dan berlari menuju kantin, hasil pencahariannya pun nihil.

Lihat selengkapnya