The Scar

Arianti Pratiwi Mustar
Chapter #10

The Scar | 09

Sara siapa sih?” tanya Ruly di tengah-tengah kesibukannya mengupas kacang kulit. “Isinya jelek lagi. Gue suka heran sama kacang ini sekarang. Isinya udah banyak yang nggak bermutu. Kacang aja bisa berubah, apalagi orang kan, ya.” Tangannya kembali mengambil kacang dari bungkusnya. “Oh... iya gue lupa. Sara siapa sih?”

Zelo melirik Bayu. Sejak tadi cowok itu hanya menatap ke bawah. Tepatnya ke lapangan basket, di mana Bayu sedang bermain basket.

“Sara siapa emang? Kita kenal dia? Kok gue baru dengar,” timpal Aska, sama sibuknya dengan Ruly. Namun, tidak melayangkan protes ketika kacang yang ditemukan rasanya pahit.

“Cewek yang berantem sama Rony beberapa hari yang lalu,” jelas Ruly. “Tuh cewek berani banget. Manis pula.”

“Ohh... itu. Terus kenapa lo nanya kalau lo tahu? Bego lo, ah.”

“Lo jangan suka ngatain diri lo sendiri,” sergah Ruly, melirik Aska kesal. “Gue tanya  Bayu sama Zelo. Soalnya tuh cewek pernah ke sini nyari kalian. Masa dia nggak kenal kita, Ka.”

Pandangan Asak tertuju pada kedua sahabatnya, yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. “Bentar... gue juga pernah lihat Sara lari dari belakang Lab, tempat gue nyari Bayu. Waktu itu Bayu tidur di atas pohon.”

“Wah... disitukan tempat orang sering pacaran, Ka.” Ruly memainkan alisnya, merasa menemukan sesuatu.

“Jadi, Bayu lo sama Sara?” tanya Aska.

Zelo akhirnya terkikik mendengar percakapan keduanya. Ia yakin Bayu mendengar pembicaraan tersebut sejak tadi, tetapi seperti biasanya malas menanggapi.

Sebenarnya Zelo pun ingin tahu lebih banyak. Sara sering terlihat bersama Bayu akhi-akhir ini. Beberapa hari yang lalu ia mendengar gosip dari cewek-cewek sekelasnya, kalau Bayu membantu Sara mengambil tasnya yang tergantung di pohon, hasil kerjaan iseng Rony.

Zelo tahu, Bayu punya kepedulian yang tinggi. Namun, rasa itu hanya tertuju pada orang-orang tertentu saja. Termasuk mereka bertiga. Apa Sara masuk dalam bagian itu sekarang?  Ia kembali menatap sahabatnya, kemudian mengembus napas, karena untuk mendapatkan jawaban harus menunggu sampai cowok itu menceritakan sendiri.

Di lain sisi, bungkamnya Bayu bukan berarti tidak mendengar semua obrolan teman-temannya. Hanya saja ia malas kalau harus membahas tentang cewek itu. Kenyataan kalau Sara adalah cucu dari si pemilik yayasan, membuatnya mengeram beberapa kali. Sudah jelas Sara akan mengganggu hidupnya. Ia harus memikirkan cara untuk menghindar kali ini.

Namun, sebelum itu Bayu harus menyelesaikan urusan yang lebih penting di bawah sana. Meskipun jarang bersama, tetapi ia tahu kalau saudaranya  sedang tidak baik-baik saja.

Setelah kejadian sakitnya sang ibu, Banyu terlihat lain. Cowok itu seperti menghindar dari orang tua mereka. Hari minggu ia pergi pagi-pagi, alasannya ingin bermain basket bersama teman-temannya. Padahal itu jadwal rutin untuk Banyu dan ayahnya bermain basket di halaman rumah. Bahkan tadi pagi, untuk pertama kalinya Banyu tidak sarapan di rumah, sampai membuat ibu mereka sedih.

Dan perubahan tersebut tidak membuat Bayu senang. Ibu mereka baru saja sembuh, ia tidak ingin ibunya kembali sakit karena aksi Banyu. Ibunya hanya punya Banyu saat ini. Putra kebanggan. Harta paling berharga.

Tidak seperti dirinya....

Bayu berdiri dan berjalan menuju lantai bawah tanpa kata. Teman-temannya hanya melihat pergerakan Bayu dari atas, sambil menyimpulkan kalau cowok itu pasti akan mencari tempat untuk tidur.

Dengan langkah cepat Bayu berjalan mendekat ke Banyu. Teman-temannya segera meyingkir, memberi dua saudara itu ruang. Bayu sudah berdiri di depan Banyu, menenggelamkan kedua tangannya ke saku, menantap saudaranya tajam. Sedangkan Banyu menyambut kedatangan Bayu yang tak biasa itu dengan senyum manis. 

Sontak kejadian itu membuat para siswa tertarik. Bahkan angin siang yang berembus berhenti menjatuhkan daun kering. Setelah setahun lebih, ini pertama kalinya mereka melihat dua kembar itu berdiri bersama, saling berhadapan.

Pun, Aska, Ruly, dan Zelo sudah berdiri dan mendekat ke tembok batas koridor. Ini juga pertama kali untuk mereka. Menyadari bahwa Bayu dan Banyu sangat mirip satu sama lain, bahkan tinggi pun sama. Hanya jaket yang menutupi tubuh Bayu dan juga rambut berantakan milik cowok itu yang membedakan.

“Tumben,” ujar Banyu. Dialihkan tatapannya ke salah satu koridor dan tertawa pendek saat sadar mereka sudah menjadi tontonan. “Lo bikin yang lain menganga.”

Bayu mengangkat bahu tak peduli. Ia mengambil bola basket di tangan Banyu, lalu mendribel. Para siswa yang tertarik semakin banyak. Melihat Bayu di tengah lapangan sudah cukup membuat tercengang, apalagi kalau sampai cowok itu berlari ke sana ke mari untuk merebut bola dan memasukkannya ke ring. Selama ini Banyu sudah cukup memberi pamandangan segar. Dan sekarang ada dua ‘Banyu’ bermain dalam satu lapangan, maka nikmat apalagi yang kau dustakan.

“Kalau gue berhasil buat tiga kali three point. Lo harus cerita sama gue apa yang terjadi,” kata Bayu tanpa basa-basi. Tangannya masih memantul-mantulkan bola. 

Banyu mendengkus. Akhirnya mengerti maksud kedatangan Bayu. “Bagaimana kalau main one on one?”

“Gue nggak suka panas-panasan dan keringatan kayak lo.” Bayu menatap saudaranya. Sebelah bibirnya menukik naik. “Oke, deal!” putusnya sendiri.

“Gue belum setuju sebenarnya. Tapi, gue juga penasaran sama kemampuan lo. Karena selama ini gue cuma lihat lo tidur.”

Tanpa kata Bayu berjalan menuju posisi lemparan. Pun, tak peduli dengan siswa lain yang mulai mendekat ke lapangan.

Sara yang baru saja keluar dari Koperasi langsung menghentikan langkah. Mengikuti tatapan antusias siswa ke arah lapangan. Di sana ada Bayu yang siap melempar bola ke ring. Meskipun tak seterkejut yang lain, Bayu yang bergerak banyak cukup membuat melongo. Selama ini yang terlihat dari Bayu hanyalah kemalasan, cowok itu malas bergerak banyak. Keren juga.

Sorakan dan tepuk tangan terdengar ketika Bayu menuntaskan lemparan pertamanya dengan baik. Banyu ikut tepuk tangan, menyesal meragukan kemampuan sang adik. Teman-temannya pun yang sejak tadi duduk di pinggir lapangan berdiri agar bisa melihat lebih jelas.

Hingga lemparan kedua terjadi dan masuk masih sama mulusnya. “Sebaiknya lo cerita sekarang,” tandas Bayu. Ekspresinya datar, kendatipun sudah berhasil memasukkan dua angka dan disoraki.

“Masih ada satu kali lagi. Bisa aj—”

Lihat selengkapnya