The Secret Of Atlantis

DYZ007
Chapter #2

Episode 2

Suasana kelas lenggang.


Aku masih bingung kenapa Hendra jadi marah saat aku membahas Atlantis, apakah karena dia pintar, jadi tidak percaya pada kisah misteri? atau karena aku terlalu serius membahasnya? atau karena......


“Kriiiiiingg.....” bel berbunyi keras memecah lenggang, pertanda waktu istirahat telah usai.


Aku memasukkan bekal ke dalam tas dan menyiapkan buku pelajaran yang akan dimulai sekarang. Satu persatu anak memasuki kelas, terakhir disusul guru bahasa Indonesia yang masuk ke dalam kelas dan membahas tentang teks anekdot. Aku kembali fokus memperhatikan pelajaran dan melupakan sejenak masalah yang barusan terjadi.


**********


Gak terasa waktu berjalan begitu cepat, bel pertanda waktu pulang berdering. Aku memasukkan buku-buku ke dalam tas dan segera pulang.


Tanpa membuang banyak waktu, aku berlari dan masuk ke dalam kamarku. Mamaku masih belum pulang dari kerjanya, dan yang menjaga rumah hanya adikku.


Aku berganti baju dan menekan tombol kecil di jam tanganku, seketika lantai di hadapanku terbuka 2 meter yang di dalamnya terdapat anak tangga. Oh iya jam tangan yang aku gunakan itu bukan jam tangan biasa, karena itu adalah buatanku dan kedua teman dekatku. Bukan hanya aku yang memakainya, mereka juga memakainya masing-masing, karena jam tangan tersebut multifungsi dari pada jam tangan biasanya.


Aku melewati setiap anak tangga sampai didasar, dan masuk ke dalam bola besi berdiameter kurang lebih 3 meter. Saat aku duduk di dalam bola besi, bola tersebut langsung meluncur ke depan sampai tiba di ujung mulut lorong. Ya itu adalah kendaraan buatan kami yang menggunakan sistem magnet, jadi kendaraan itu berjalan dengan otomatis tanpa menabrak dinding lorong sedikit pun.


**********


2 menit berlalu, bola besi berkecepatan tinggi yang aku naiki berhenti di ujung lorong.


Aku keluar dari kendaraan dan berjalan memasuki ruangan di depanku, ruangan tersebut berbentuk balok dengan sisi-sisi yang rapi. Ruangan itu memiliki tinggi 10 meter, lebarnya 10 meter dan panjangnya 15 meter. Ini adalah laboratorium sekaligus tempat berkumpulku bersama kedua sahabatku. Setiap pulang sekolah, kami selalu bermain bersama di sini. Lebih tepatnya bereksperimen bersama.


kedua sahabatku semuanya laki-laki, yang satu bernama Vano, dia dijuluki sebagai ahli matematika dan fisika, sabar banget, ya terkadang sekali-kali dia marah-marah. Dia adalah anak orang kaya, rumahnya besar dan memiliki 2 orang pembantu. Kedua orang tuanya menjadi juragan kaya. Satunya lagi bernama Dani, dia ahlinya bidang kimia, suka marah gak jelas, cerewet dan banyak tanya. Keluarganya cukup kaya, rumahnya biasa aja, namun memiliki 1 orang pembantu. Walaupun ayahnya sudah meninggal, ekonominya tetap lancar, karena ibunya bekerja sebagai guru SMK. Walaupun berbeda hal yang disukai, berbeda latar belakang, berbeda segalanya, tapi kami saling melengkapi satu sama lain. Jujur, mereka adalah teman terbaik yang pernah aku temui, sahabat dari kelas 3 SMP sungguh-sungguh sahabat sejati. Mereka berdua selalu ada dikala aku susah. Aku berterima kasih banyak kepada kedua sahabatku yang selalu ada buatku.


**********


Ketika aku baru sampai di mulut ruangan, seseorang berseru.


“Lama amat,” tanya Vano mengejek.


“Ya bagaimana ya, kan laboratoriumnya berada tepat di bawah rumahmu sendiri, jadi ya kalau kamu kan tinggal turun saja. Lah sedangkan aku harus menaiki bola magnet agar bisa ke sini secepat mungkin,” jawabku sedikit kesal tapi dengan nada bercanda.


Ya laboratorium ini dibangun bersama-sama di bawah rumah Vano. Cara instan aku dan Dani pergi ke sana adalah dengan menaiki kapsul lorong. Rumah kita berjauhan, namun, di rumahku dan Dani memiliki transportasi instan dan cepat menuju ke laboratorium. sebut saja basecamp, karena tempat itu lebih banyak dibuat berkumpul, dari pada bereksperimen.


“Sudah nunggu lama ya?” tanya Dani yang baru sampai, karena jarak rumah Dani memang paling jauh dari pada jarak rumahku ke rumah Vano.


“Gak apa-apa kok, santai saja dulu, jangan buru-buru, sini duduk dulu,” jawabku dengan nada santai.


Kami bertiga duduk di tengah ruangan. Karena di sana terdapat meja lingkaran dan tiga kursi yang tersusun rapi mengitarinya, untuk bersantai, berdiskusi dan lain sebagainya.


“Eh tahu gak sih?, tadi si Arin teman sekelasku membahas tentang Atlantis,” aku membuka percakapan dengan kejadian tadi saat di sekolah.


“Apa itu?” tanya Vano dan Dani bersamaan.


“Aku juga gak tahu pasti. Tapi saat aku membahasnya bersama Hendra, dia malah marah dan bilang kalau Atlantis itu tidak ada. Dan cara marahnya itu aneh, seperti menyembunyikan sesuatu begitu. Coba cari di internet, apa itu Atlantis,” usulku.


**********


10 menit berlalu, dan kami masih sibuk membaca di internet tentang Atlantis di berbagai sumber.


“Di sini tertulis seperti ini. Atlantis atau dalam bahasa Yunani yang artinya pulau atlas adalah pulau legendaris yang pertama kali disebut oleh Plato dalam buku timaeus dan kritias dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar di seberang pilar-pilar hercules, Atlantis tenggelam ke dalam samudra, hanya dalam waktu satu hari satu malam. Atlantis umumnya dianggap sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk mengilustrasikan teori politik. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu, seperti letusan Thera atau perang Troya,” aku membacakan informasi tersebut kepada kedua temanku dengan suara keras.


“Disini tertulis. Dalam bukunya, Plato menuliskan kalau Atlantis tenggelam dalam semalam, sekitar tahun 9.000 sebelum Masehi setelah gagal menyerang Yunani,” Vano membacakan informasi yang dia temukan di internet.


“Sedangkan di aku tertulis. Menurut Santos, Atlantis tenggelam sekitar 11.600 tahun yang lalu akibat letusan beberapa gunung api yang terjadi secara bersamaan pada akhir zaman,” Dani juga ikut membacakan informasi yang dia temukan.


“Lah...lalu siapa dong yang benar?” sahutku dengan kebingungan.

Lihat selengkapnya