Jovita terjebak dalam kebimbangan, termenung menghadapkan muka ke kiri tanpa fokus terarah. Isi kepalanya berputar di tempat yang sama, seakan tiada menjumpai sebentuk titik terang.
"Kucing manis, kau tidur?"
"Tidak," jawaban singkat jangka dia mendapati pengamatan Ega Calestino tertahan padanya. "Ah, apa sikapku mengganggumu?"
"Bukankah harusnya aku yang menanyakan hal itu? Apa kau memikirkan kemarahan Jidan tadi?"
Seketika kilas balik kejadian pemicu kepergian keduanya melintas di akal Jovita, 'Pulanglah! Aku tidak membutuhkanmu lagi! Kau juga Calestino! Aku tidak suka istirahat siangku terusik oleh kalian.'
"Nenek bilang aku harus tetap datang besok. Tuan Muda tidak berhak memecat aku."
"Lalu, boleh aku tahu apa sebenarnya yang sedang kau renungkan? Jika memang kau tidak tidur seperti tebakanku."
"Itu—ehm—kau keberatan kalau aku tidak menceritakannya? Aku sungguh bingung." Anggukan maklum Calestino sontak menimbulkan penyesalan bagi Jovita. Apalagi setelah pemuda tampan ini tersenyum di depan dia.
"Aku bukan tipe pemaksa. Jadi, kau tidak perlu sungkan. Aku tahu kau pasti mengalami sesuatu yang berat hingga mau menerima pekerjaan yang jelas-jelas tidak akan dapat memberi kenyamanan untukmu." Dituturkan usai pandangnya kembali tertuju ke jalanan sembari menyetir di kecepatan standar. "Jidan memang pemarah. Cuma orang-orang terdekat yang mampu menjumpai sisi hangatnya di situasi berbeda."
"Aku tidak peduli mengenai perilakunya. Sejak awal suasana yang mempertemukan kami pun bisa dikatakan sangat kacau. Antara kami mustahil akan beradu di tempat atau udara sejuk untuk sekadar bicara. Selain upah yang ditawarkan, kesulitan di tempat kerja merupakan bagian dari toleransi di pihakku."
"Kau pintar sekali. Selain cantik, otakmu juga cemerlang. Aku tidak salah mengenalmu."
"Maksudmu?"
"Kurasa kau tidak tahu siapa aku. Ega Calestino, putra bungsu keluarga Calestino yang diakui talenta musiknya sampai dikancah internasional. Itu adalah ibuku, Judy Calestino. Dan aku tidak sembarangan memilih teman, terutama seorang gadis."
"Judy Calestino?!" Alhasil pembicaraan pun melenceng ke topik baru, " Judy si Violinist terbaik di seluruh Indonesia?" Si pemuda Calestino mesem-mesem tipis meski tidak mengalihkan pengawasannya dari jalan raya.
"Dia Ibuku. Dan kakakku adalah pianis muda yang sedang panas-panasnya menjadi pembicaraan netizen, Yasmine Calestino."
"Oh Tuhan--Yasmine?! Yasmine yang selalu tampil elegan di setiap pertunjukannya? Kau tidak berbohong?!"
"Buat apa mengarang cerita? Apa tampangku ini mirip seorang penipu?"
"Wajah tampanmu memang tidak pantas disandingkan dengan kriminal."
Entah berapa kali sudah sudut-sudut bibir si Calestino tertarik akibat interaksi beragam dia dengan Jovita Prune. Faktanya, dia kelewat senang sebab dapat bercengkerama pada kesempatan lenggang demikian bersama gadis yang dia sukai.
"Hati-hati, kau bisa mudah jatuh hati padaku karena ketampanan ini."