Jovita menerobos kumpulan mahasiswa di kelasnya yang kini tengah membaca pengumuman pada selebaran kertas di mading. Beruntung kerumunan tidak seramai sebelum kedatangannya hingga dia dapat dengan tenang membaca informasi yang tertera di sana.
"Wah, sabtu ini sudah dimulai ya?!" Jovita bertanya kepada pikirannya sendiri saat menemukan tanggal dan penetapan waktu di ujung minggu sebagai permulaan hari bagi kampus mereka, dalam mengadakan acara resmi penyambutan mahasiswa baru. "Cuma dua hari untuk persiapan, apa masih sempat? Pulang kuliah aku harus ke rumah si rubah albino."
"Permisi--eh, maaf! Kakimu terinjak."
"Tidak apa-apa, lain kali perhatikan jalanmu."
"Aku mengerti, terima kasih. Bolehkah aku mengambil tempat itu sebentar? Lima menit saja untuk melihat tulisan di situ." Gadis asing yang terburu-buru ini tampak serius menunjuk lembar pengumuman tersebut. Lain hal dengan Jovita yang justru menundukkan kepala. Keningnya berkerut seolah tengah berpikir keras seiring tubuhnya sedikit bergeser ke kanan.
'Aku tidak ingat kapan melihat dia ada di kelas ini.'
"Kita pasti sekelas. Perkenalkan, namaku Shesilia." Itu perkataan seiring jemari gadis ini terulur sebagai bentuk keramahtamahan.
"Jovita." Dan gadis ini menanggapi seadanya.
"Sepertinya kau bingung. Aku baru hadir sekarang, harusnya dari senin kemarin 'kan? Tapi, aku sibuk mengurus surat-surat pindah, mencari hunian yang layak dan strategis. Aku melakukannya sendirian. Jadi, terpaksa mengorbankan hari-hari pertama kuliah." Entah kenapa erangan Jovita terdengar lapang mengudara, disusul senyum ramahnya terukir singkat.
"Tidak lagi setelah penjelasan yang kau berikan." Perlakuan santunnya disambut baik, si gadis bernama Shesilia pun ikut membagi sikap riang dan penuh energinya.
"Mau berteman?! Kau satu-satunya orang yang aku ajak mengobrol sejak aku tiba di kampus ini."
"Kau yakin ingin bergaul denganku?" Sekadar iseng, ketika dia hafal betul momen-momen masa pendidikan yang telah dia lalui tiada diiringi sebentuk pertemanan khusus. Justru serangan mental kerap diterima akibat keterbatasan sosial keluarganya.
"Ah, tidak masalah jika kau menolak." Shesilia kontan menarik uluran tangannya dan reaksi sekian membuat Jovita bergegas menerangkan perkiraan di akalnya.
"Bukan begitu. Barangkali kau tidak akan percaya, bisa juga berbalik menertawai diriku ... seumur-umur belum ada yang menawarkan pertemanan padaku, selain karena kehendak situasi, mereka terpaksa."