The Secret of the Young Master

Ceena
Chapter #9

Tentang si Tuan Muda

Jovita menguap usai pandangnya membaca waktu di jam dinding. Enam puluh menit hampir berlalu setelah dia tuntas menyusun pakaian serta perlengkapan lain si Tuan Muda ke dalam tas. Dia melenggang mengitari setiap ruang di lantai dua. Apa yang dia lihat tak ayal menimbulkan decak kagumnya. Kelopak mata melebar serta mulut membulat, dia mengekspresikan bagaimana dirinya terpana akan desain dan tata letak fungsi dari lantai tersebut.

"Dia punya segalanya di sini. Nenek Moni bilang Jidan lebih banyak menghabiskan luangnya di lantai ini, pantas saja. Wah, kemarin aku belum sempat memperhatikan seluruhnya. Si rubah albino itu sangat beruntung. Aku tidak pernah menaruh rasa iri kepada siapapun. Tetapi, kenapa orang sepertinya bisa mendapatkan kehidupan semewah ini? Apa dulunya dia pendeta? Tuhan begitu baik sampai memberikan banyak kesenangan padanya."

Bukan sekadar mini bar, ada tiga meja biliar dan satu set alat musik seperti gitar, dram, keyboard, juga biola.

"Orang kaya dan segala pemborosan mereka, apa dia berencana membuka bisnis tempat hiburan?!" Jovita tidak bisa memendam celotehnya gara-gara menemukan hal-hal yang baginya sulit diperoleh dan jelas tidak memungkinkan. "Aku jadi ingin mencoba biolanya, kurasa tidak masalah 'kan?" Pelan-pelan dia mendekat ke sisi kiri, mengulur tangan untuk meraih alat musik gesek tersebut. Sejemang dia mematung, kening berkerut saat dia tengah memastikan bunyi yang tertangkap telinganya pada detik-detik barusan.

Saking penasaran dia, tubuhnya pun refleks mencari arah sumber suara. Di balkon berbeda dari yang dipakai Jidan saat bermain games tempo hari, pemuda itu tampak beradu tangkas dengan pantulan bola basket. Kemampuan mendribble yang dia miliki cukup mumpuni dan langkah Jovita kian ringan menuju keberadaan sang Tuan Muda.

Seketika detik detik seolah melambat di sekitar si gadis. Tangannya bertautan lembut jangka dia memandang mimik kontras di wajah Jidan Javier. Tetes demi tetes peluh berjatuhan, seiring tarikan napasnya kentara berat. Namun, ada sesuatu memancing atensi Jovita. Tidak sepenuhnya hanya keringat, melainkan air mata turut pula mengalir tenang dari pelupuknya.

'Dia menangis? Kenapa?'

Pertanyaan demikian kontan melintas di benaknya. Teringat lagi akan cerita Nenek Moni mengenai si Tuan Muda yang sedikit banyak mengundang rasa penasaran Jovita. Apakah ini bagian tersembunyi yang dimaksud? Asumsi-asumsi baru bermunculan tanpa dapat diatasi, mengakibatkan dia terjebak ke dalam pikirannya sendiri. Terlampau jauh, hingga dia tak lagi mendengar teguran demi teguran datang dari bibir pemuda berlabel menyebalkan itu.

"Berikan bolanya!" Seru si Tuan Muda setelah sengaja melemparkan benda bundar itu hampir mengenai Jovita untuk menyadarkannya. "Kau melamun, aku memanggilmu dan kau tidak menyahut."

"Ah—maaf!"

"Ambilkan susu kotak di kulkas."

"Ya?"

"Susu, Nanny! SUSU KOTAK!" Jidan menekan ketukan setiap katanya, tetap menunjukkan bagaimana dia berubah ketus jika berhadapan dengan si gadis pengasuh.

Lihat selengkapnya