"Ada lagi yang Tuan Muda inginkan? Isi tasnya sudah tersusun rapi."
"Tidak."
"Saya menaruh obat mual, minyak angin dan vitamin."
"Buat apa semua itu, Nek?! Aku tidak pernah mengalami kendala dalam perjalanan semacam ini. Nenek lupa bahwa aku sudah berulang kali melakukannya?" Jidan Javier kontan menatap heran pada wanita baya di hadapan dia. "Ini bukan perkemahan, tapi wisata edukasi. Pihak Universitas menyediakan penginapan layak huni untuk mahasiswa yang tergabung."
"Berjaga-jaga. Saya hanya mengikuti kata hati saya, Tuan Muda. Jika bukan Anda yang membutuhkannya, bisa jadi mahasiswa lain atau bahkan teman Anda sendiri."
"Terserah Nenek, aku tidak peduli," sahutnya singkat bertepatan kakinya dia turunkan dari atas meja berikut buku di tangannya.
"Tuan Muda, mengenai Jovita ..." Kontan Jidan menengok, terang-terangan memampangkan raut tak acuh.
"Aku tidak berminat membahasnya. Nenek yang memperkerjakan dia. Apapun yang mau Nenek putuskan, tidak akan pernah menjadi urusanku. Terutama jika menyangkut gadis itu." Nenek Moni sekadar mampu mengangguk, mengulas senyuman tipis di wajahnya yang tenang.
"Terima kasih, Tuan Muda. Saya ada di dapur jika Anda membutuhkan."
-----
Beruntungnya musim hujan kali ini tidak begitu berat seperti musim sebelumnya. Barangkali dipengaruhi perubahan cuaca ekstrem seperti yang selalu disampaikan pembaca berita di stasiun televisi swasta. Kendati demikian, Samu tetap ingin agar adik manisnya dalam keadaan siaga. Dia memaksa Jovita supaya mengenakan coat tebal dan sarung tangan.
"Apa aku harus memakainya sekarang? Jas ini membuatku kelihatan seperti badut di tengah-tengah mereka." Jovita merengek dengan bibir mencebik di saat abangnya menurunkan ransel besar di samping kakinya.
"Abaikan mereka, keselamatanmu lebih penting. Pegang ini! Bekal, obat anti mabuk, salep pereda nyeri, minyak angin dan wedang jahe, semuanya sudah ada di dalam."
"Terima kasih."
"Hem. Hubungi aku kalau kamu mengalami kesulitan di sana. Kali ini Abang tidak akan menuntut supaya kamu memberi kabar selama 24 jam penuh. Hanya cukup yakinkan Abang bahwa kamu tetap dalam keadaan aman, mengerti?" Anggukan Jovita muncul bersamaan bibirnya yang dimajukan. "Ada apa? Kenapa masih cemberut begitu?"
"Aku takut yang lain menertawakan aku."
"Dan kamu bisa balas menertawai mereka. Semoga mereka tidak meringkuk kedinginan di dalam bus."
"Abang yakin nanti akan turun hujan?"
"Abang sudah baca perkiraan cuaca di aplikasi HP juga berita di televisi. Sekarang memang gerah, menjelang sore kemungkinan hawanya berubah dingin dengan curah hujan yang tinggi."
"Vita--" Tahu-tahu lengkingan suara menyapa ketenangan telinga mereka.
"Eh, ternyata kamu. Ehm ..."
"Shesilia."
"Ya, Shesil. Maaf, aku lupa."