The Seed

Askana Ayunda
Chapter #2

1

Alea memacu kuda nya dengan cepat. Berlari ke arah savana yang cukup jauh dari kerajaan. Tempat yang semula merupakan padang rumput nan hijau kini berubah menjadi lapangan berwarna putih hampa yang menampilkan kekosongan. Sambil membawa beberapa bangkai bersamanya sebagai umpan bagi gagak-gagak ganas di atas sana.

Sebelumnya makhluk yang dapat terbang itu tak pernah menyerang penduduk Karavi, namun semenjak pohon kehidupan mulai tak segar lagi dan menjadi penyebab datangnya musim dingin yang mencekam, hal itu berubah. Kini hewan-hewan bersayap itu berterbangan sesukanya dan menyerang warga tanpa sebab.

Burung-burung itu kemudian terbang menukik ke arah Alea hingga membuat kudanya--Lathia terkejut dan terjerembab bersama tuannya. Umpan itu kemudian disergap dan hilang dalam satu kali lahapan sang gagak. Dengan gagah Alea kemudian bangkit sambil mengangkat pedangnya ke arah predator-predator itu.

Semula hanya satu kelompok dengan enam ekor gagak, namun entah kenapa datang lagi kawanan yang lain sehingga membuat Alea harus mengeluarkan pedangnya yang satu lagi. Dengan dua sampai tiga kali ayunan pedangnya, beberapa gagak sudah berjatuhan ke tanah dengan darah segar mengalir di sekitarnya.

Sayangnya, sebagian yang lain justru lebih tertarik dengan Lathia hingga membuat kuda putih itu berlari kesana kemari. Dengan kelihaiannya dalam menggunakan pedang, dalam dua menit gagak-gagak tersebut tumbang.

"Ayo Lathia, kita kembali" ucap Alea kepada kudanya. Dalam sekejap ia sudah duduk di atas kudanya dan mulai memacu kudanya untuk kembali ke istana. Ia meninggalkan bangkai-bangkai gagak yang menyisakan warna merah nan kontras dengan warna salju. Kali ini ia berjalan dengan santai sambil menyapa rakyatnya yang kebanyakan sedang membersihkan tumpukan salju di pekarangan rumah mereka.

"Tuan putri, dimana ayahmu? Apakah ayahmu melindungi si pengkhianat?" Tanya seorang anak laki-laki kecil dengan hidung yang merah menandakan ia kedinginan. Alea segera memberhentikan kudanya lalu turun menghampiri bocah itu.

"Tentu tidak. Ayahku sedang menyusun strategi" jawab Alea dengan mengerlingkan sebelah matanya serta senyum di bibirnya yang merah muda.

"Hei bocah! Siapa yang kau panggil pengkhianat?" Tanya seorang laki-laki dengan perawakan besar yang memiliki rambut serta warna mata coklat. Dia muncul tiba-tiba tanpa membuat suara sehingga tak ada yang menyadari kedatangannya.

Lihat selengkapnya