Pagi, matahari baru saja terbit dari ufuk timur. Cahaya teduh mulai menyelinap masuk ke sela-sela gorden. Udara sejuk pun mengintili cahaya matahari, masuk lewat celah pintu.
Seorang wanita cantik dengan celemek di tubuhnya sibuk mengaduk-aduk masakan di kuali. Tangannya begitu cekatan memasak-masakan untuk laki-laki yang masih tertidur pulas di hamparan kasur empuk dan lebar.
Sesekali-kali perempuan itu menyeka butiran-butiran bening yang sudah membasahi dahi akibat hawa panas dapur. Perempuan itupun menghela napas lega kala masakan yang dia masak sudah selesai semua. "Akhirnya selesai juga masakan terakhirku!" gumamnya sambil menghirup aroma wangi masakan kesukan suaminya. Dia meletakan masakan terakhirnya, lalu menata piring, gelas, dan juga sendok.
"Pasti Mas Abi suka dengan masakanku!" ujarnya tersenyum lebar. "Saatnya bangunin suamiku tercinta," ujarnya membuka celemek. Kemudian membalikkan tubuh, dan ....
Dia bertabrakan laki-laki tampan yang masih terlihat kucel. "Mau ke mana, aku sudah bangun, kok!" katanya, tangannya cekatan melingkar ke pinggang perempuan yang baru saja dia nikahi sebulan lalu.
Tiba-tiba perempuan itu mengerutkan dahinya. "Iihk ... Mas, ngagetin aja sih!" protesnya. Hendak melepaskan tangan suaminya yang bersikap manja itu.
"Biarin, kan biar kamu bisa peluk Mas."
"Apaan sih, Mas, pagi-pagi sudah gombal aja!" pungkasnya tersipu malu. Pipinya sudah merona. "Ayo cepat ... kita sarapan dulu," ajak perempuan bernama Andini itu.
"Tapi Mas masih ngantuk, Sayang." Abi mulai merajuk. Dia meletakan kepalanya di bahu perempuan itu dengan manja. "Aku butuh asupan vitamin K dari kamu, Sayang."
Andini menggelengkan kepala. Dia hafal dengan akal bulus suaminya walau mereka baru sebulan menikah. "Vitamin K apa sih? Sudah ah, ayo kita sarapan." Perempuan berusia 25 tahun itu melepaskan tangan suaminya dari pinggang. Lalu menarik tangan laki-laki itu untuk duduk dan sarapan.
"Sayang ... kalau gak ada asupan vitamin K, aku gak akan semangat sarapan!" ujarnya lagi, merengek layaknya anak kecil yang minta coklat. Andini menghela napas, mengecup kening suaminya dengan mesra. Dia tau yang diinginkan laki-laki berbadan kekar itu.
Seketika, mata suaminya terbuka walau masih setengah. "Masih kurang!" katanya lagi, nada suaranya benar-benar terdengar manja. "Di sini belum," tunjuknya ke arah bibir. Wajah Andini menjadi sangat merah, bahkan lebih merah ketika suaminya menggombal dan merayu.
"Sudah ah, Mas. Kita sarapan yuk!" Andini mengacuhkannya, lalu melangkah ke meja makan. Tetapi tangannya jauh lebih cepat, dia menarik tangan Andini dan membiarkan tubuh istrinya jatuh kepelukannya. Sebuah ciuman pagi yang membuat Abi sedikit bergairah. Namun, Andini menghentikan sebelum laki-laki di hadapannya menjadi kalap.
"Mas, sudah cukup! Ayo kita sarapan." Laki-laki itu hanya tersenyum melihat istrinya tersipu malu. Padahal sudah cukup lama mereka berdua menikah, tetapi sikap perempuan itu masih tampak malu-malu.
Abi mulai melahap nasi goreng kesukaan istrinya. "Mmh ... rasanya tetap sama, sangat enak." Puji laki-laki itu memberi dua jempol untuk masakan wanita pujaannya.
"Apa sih, Mas. Jangan lebay, deh. Itu kan cuma nasi goreng, dan aku udah biasa bikin buat kamu!" seru Andini. Sebenarnya dia senang dipuji Abi.