Subuh, tepatnya sekitar jam 4. Jalanan begitu sepi, langit pun masih terlihat gelap gulita, hitam legam tanpa cahaya. Hanya lampu-lampu temaram yang menerangi jalan-jalan ibukota negara Indonesia, menyala dengan malas, redup. Kadang lampu berkerlap kerlip.
Kala semua orang masih terlelap, sebuah mobil van hitam melintas di tengah sepinya jalanan. Melaju cepat tanpa hambatan. Di dalam van itu, lima orang laki-laki gagah berpakaian serba hitam sibuk menyiapkan senjata-senjata mereka masing-masing. Sedangkan satu di antara lima orang itu mrnjadi supir. Memasukkan peluru, lalu menyimpan ke dalam tas besar. Selesai itu, mereka melanjutkan memakai topi hitam polos setelah saling memberi kode. Begitu juga dengan sopir melalui kaca spion tengah.
"Kita harus berhati-hati, di bank kali ini ada banyak cctv dan penjagaan yang ketat!" kata salah satu di antara mereka berbadan kekar dan berkulit putih. Dia terlihat seperti orang baik.
"Tapi, bukankah di sana ada orang yang mengurus semuanya?" tanya seorang lainnya yang mempunyai kulit lebih coklat dari laki-laki tadi.
"Ya, itu benar. Tapi kita gak bisa mengandalkan dia seorang. Sebab, para penjaga bank target kali ini punya kemampuan bela diri yang mumpuni!" jelasnya. Yang lain mengangguk paham. "Baiklah, kalau kalian semua sudah pada paham, lebih baik kita tetap waspada dengan para satpam di sana!"
"Siap!!" jawab lainnya serempak.
Tak lama, mobil van berhenti tak jauh dari pintu bank, mereka sengaja turun dari tempat target. Roda mobil terus melaju turun menuju lantai basement. "Kau tunggu di sini, R5. Beritahu kami bila ada tanda-tanda yang mencurigakan!"
"Siap!" pekik R5.
Satu persatu empat laki-laki turun dari belakang van. Masing-masing sudah memakai atribut, topi dan rompi anti peluru sebagai identitas mereka sementara. Sedangkan sang sopir dengan kode panggilan R5 itu tidak ikut keluar dari mobil.
"Hei ... siapa kalian?" Sebuah suara mengalihkan pandangan ke empat laki-laki. Menghentikan langkah mereka yang belum seberapa jauh dari pintu lobby. Dari kejauhan seorang satpam berjalan waspada dari arah dalam, laki-laki berseragam itu habis kontrol semua ruangan lain. Tangannya dalam posisi di senjata, tatapan mata satpam itu tidak lepas dari R1 dan rekan lainnya. Bagi dia, ke empat laki-laki musuh yang patut dicurigai. "Mau ngapain kalian di sini? Bank ini belum buka, lebih baik kalian segera pergi dari sini!" teriaknya lagi.
Ke empat laki-laki berpakaian serba hitam-hitam hanya tersenyum.
"Bagaimana ini, R1? Apakah kita harus meringkusnya biar tidak menyusahkan rencana kita?" bisik laki-laki bertubuh lebih kurus, namun terlihat otot-otot tubuh yang menonjol dari balik pakaiannya.
Laki-laki dipanggil R1 itu hanya tersenyum. Bahkan, mereka selalu menggunakan panggilan dengan kode "R", di setiap aksi mereka.
"Halo Pak ...." lalu berjalan santai menghampiri satpam sambil melambaikan tangan. Wajah cemas satpam itu terlihat jelas, sebab, dia merasa tidak akan sanggup melawan ke empat laki-laki berbadan sama sepertinya sendirian, walau dia mahir beladiri sekalipun.
Tangannya sigap mengambil senjata dari sarung. "Diam di situ dan jangan bergerak!" perintahnya berteriak. Mengacungkan senjatanya ke arah R1. Sebab itu jalan satu-satunya menakuti musuh.
"Wo ... wo ... wo ... tenang dulu, Pak! Kita bisa bicarakan ini baik-baik!" kata R1 menghentikan aksi satpam bernama Wardi itu. "Kami ke sini hanya menjalankan perintah yang kami dapatkan dari petugas bank ini!" kata R1 berdalih. Dia pandai berbicara dan mudah membuat orang percaya dengan kata-katanya.
"Perintah? Siapa? Saya tidak mendapatkan pemberitahuan bahwa akan ada petugas dari luar ke sini!" kata satpam itu tegas. Namun sialnya, ucapan R1 tidak mudah membuat satpam itu percaya begitu saja.