Andita terus berjalan lalu tersenyum. Abi melihat tingkah laku kakak iparnya itu dengan bingung, ditambah ucapannya tadi ketika melihat jasadnya. "Sebenarnya, ada apa dengan perempuan itu?" Roh Abi melihat sekali lagi jenazahnya. "Kenapa dia menatap sinis dan berbicara aneh pada jasadku?" pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya.
"Kalau begini aku harus cepat masuk kembali ke tubuhku dan mencari tau ada apa dengan kakak ipar!" gumamnya pelan. Laki-laki transparan itu berlari, kemudian melompat. Namun,
breet.
Tubuhnya seolah-olah kesetrum, dan terpental jauh hingga menembus keluar dari ruangan itu. "Sial, kenapa aku tidak bisa masuk ke dalam tubuhku?" Dia bangun, lalu berlari. Seolah tak ada rasa lelahnya untuk mencoba sekali lagi. Tubuhnya menembus tembok, Abi melakukan gerakan seperti tadi. Kepalanya menukik dengan mata yang tak lepas dari wajahnya yang membiru.
Lagi, tubuh itu terpental, menembus tembok hingga terseret di lantai luar ruang kamar mayat. Aliran listrik membuat rohnya tidak bisa masuk ke dalam tubuhnya sendiri. Jasadnya menolak. "Ada apa ini? Kenapa tubuhku menolak? Dan tadi, aliran listrik membuatku terpental lagi dan lagi," bisiknya. Laki-laki itu menatap telapak tangannya. Walau ingin menolak kenyataan bahwa dia sudah mati, tetapi Abi menyadari dirinya sudah berwujud roh transparan yang bisa menembus tembok atau tidak bisa memegang benda apapun.
"Brengsek! Kenapa ini bisa terjadi padaku? Kenapa aku harus mati sekarang? Padahal aku masih pengantin baru, dan baru main dua kali sama istriku. Tapi aku keburu mati!" keluh Abi, sayangnya dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaan yang kini berwujud Roh. "Tidak, aku tidak boleh menyerah! Aku harus mencobanya sekali lagi!" Abi bangun dari duduknya. Kali ini dia berjalan, tembok pun dilalui dengan mudah.
Kaki Abi berhenti melangkah, menatap tajam penuh antusias. Kemudian dia mengambil ancang-ancang untuk berlari. "Aku pasti bisa!" pekiknya bersemangat. Sayangnya, petugas jenazah itu sudah mulai membungkus tubuhnya dengan kantung mayat.
Mata Abi melotot, Kakinya terpaksa harus berhenti secara mendadak. "Hei ... cepat buka kantung mayat itu!" teriak Abi tak didengar petugas mayat itu. Petugas kamar sudah menutup rapat kantung mayat itu, melangkah keluar dan menunggu seseorang. "Brengsek! Kalau begini mana bisa aku kembali ke tubuhku?" oceh Abi kesal sendirian.
Abi melangkah, dia berhenti di tengah-tengah ranjang mayat itu. Memandangi kantung mayat sangat serius. Kemudian, "Aku harus bisa walau tubuhku terbungkus kantung mayat! Pokoknya aku harus bisa masuk ke jasadku dan hidup kembali," tekadnya kuat.
Wajahnya dia tundukkan, kemudian.
Blast.