‘Ceklek.’
Ann menoleh. Suara engsel pintu yang bergerak membuatnya berhenti menulis. Dari sudut matanya, ia menangkap sosok Gavin berdiri di ambang pintu. Pandangan pemuda itu tertuju pada buku-buku yang berantakan di atas meja Ann, kedua alisnya sedikit terangkat, seolah menilai kekacauan di depannya.
Ann berusaha mengabaikannya, kembali fokus pada soal yang belum terselesaikan. Tapi langkah kaki Gavin mendekat. Tanpa diminta, ia mencondongkan tubuh, menilik isi buku Ann, lalu menghela napas pendek. “Kalau gini sih, percuma,” gumamnya sambil melirik jam tangan. Pukul 06.15.
Ann buru-buru menutupi bukunya dengan kedua tangan, seakan itu bisa menghalangi penilaiannya. “Apasih, udah sana,” desisnya. Ia tahu kalau tugas matematika dari Pak Sena itu seharusnya sudah selesai dan dikumpulkan kemarin-namun guru itu tidak masuk.
Gavin mengangkat bahu kemudian berjalan ke mejanya. Tak lama, Ann mendengar suara derit kursi yang ditarik sebelum ia menangkap eksistensi Gavin tepat di sampingnya. “Mau dibantuin ngga?” tanyanya.
Ann sontak menatap pemuda itu heran, Gavin menawarkan bantuan?
“Serius? Pasti nggak ikhlas.” balas Ann. Gavin menggeleng pelan. “Oh mau dihukum lagi? Padahal kemarin udah komitmen ke Mr. Nathan.” balasnya, ia hendak bangkit dan memindahkan kembali kursi yang ia bawa ke tempat semula. Namun, Ann buru-buru menahannya. “Oke, tapi serius ya.”
Gavin mengangguk dan mulai mengerjakan soal. Dalam waktu singkat, tiga dari lima soal itu selesai. Ann sempat terkejut, tapi tak sempat berkomentar lebih jauh karena kelas mulai ramai dengan kedatangan siswa lain.
Bel berbunyi. Ketua kelas memasuki ruangan bersama Pak Sena. Guru itu berjalan dengan bantuan tongkat, kaki kirinya masih terbalut perban.
“Bapak kok maksain masuk, kaki bapak kayaknya masih sakit ya?” Felisha bertanya, nadanya penuh perhatian.
Pak Sena tertawa kecil. “Kalau libur terus, nanti kalian ketinggalan materi. Ini sudah baikan kok.” Beberapa siswa tampak mengangguk, menghargai dedikasi sang guru.
“Awalnya kenapa pak?” tanya Reva, khawatir sekaligus penasaran.
“Biasa … bapak jatuh dari motor waktu pulang sekolah.” jawabnya.
Gavin yang sedang memainkan pulpennya menghentikan gerakan tangannya. “Jatuh dari motor ya?” ia membatin.
“Reza, tolong tulis PR minggu kemarin di papan tulis, nanti bapak tunjuk siapa yang harus jawab.” ucap Pak Sena, Reza sang ketua kelas langsung mengangguk, namun ia kembali melanjutkan perintah tersebut kepada sekretatis, Selma.
Setelah 5 soal selesai di tulis, Pak Sena terlihat fokus pada buku absensi dan buku nilai sebelum menunjuk Ann untuk mengerjakan.
Sudah bisa ditebak, kemampuannya memang tidak sebaik yang lain, atau mungkin guru itu hanya ingin menguji murid baru.
Dengan langkah berat, Ann maju ke depan. Ia menuliskan jawabannya satu per satu. Saat berbalik, ekspresi Pak Sena tetap tenang.