The Silent Lines

Elz
Chapter #6

The Vanishing Numbers

Gavin bangkit dari duduknya setelah memastikan suasana cukup tenang dan tak ada hal aneh yang terjadi. Ia melangkah mendekati Ann, langkah kakinya ringan, hampir tanpa suara. Sesaat ia berdiri di sampingnya, memperhatikan gadis itu yang masih tenggelam dalam bukunya, sebelum akhirnya Ann menyadari kehadirannya. Refleks, Ann buru-buru menutup buku yang sedang ia baca, seolah Gavin baru saja menangkapnya sedang melakukan sesuatu yang dilarang.

“Apalagi?” tanya Ann, berusaha menetralkan detak jantungnya yang sempat melonjak.

“Kamu ngapain di sini?” bukannya menjawab, Gavin malah balik bertanya.

Ann membuang napas kasar dan mengangkat sedikit buku di tangannya. “Belajar rumus tadi.”

Gavin menautkan kedua alisnya, ekspresi terkejut pura-pura tersirat di wajahnya. Padahal, ia sudah sempat mengintip sekilas bahwa buku itu bukan buku matematika—bahkan bukan milik Ann.

“Susah ya?” Gavin bertanya lagi, nada suaranya seperti setengah mengejek.

Ann mengernyitkan dahi, menatap pemuda itu dengan tatapan penuh selidik. “Iya. Kenapa sih?”

“Mau dibantu?” Gavin menawarkan, tangannya bersedekap, bahunya sedikit terangkat seolah ia benar-benar berniat membantu.

Ann menatapnya lebih tajam, mencoba membaca maksud tersembunyi di balik ekspresi santainya. Mungkinkah Gavin merasa bersalah karena kejadian di kelas tadi? Sebelum ia sempat menjawab, ponsel yang tergeletak di samping tubuhnya tiba-tiba bergetar. Layarnya menyala, menampilkan panggilan masuk dari nomor tak dikenal.

Ann merasakan dadanya mencelos sesaat. Namun, alih-alih menunjukkan kekhawatiran, ia justru mengabaikannya. “Orang ini iseng banget sih,” gumamnya, seolah ingin menekankan bahwa panggilan itu tidak penting.

Gavin melirik layar ponselnya sebelum panggilan berakhir. Ia melihat sekilas riwayat panggilan sebelumnya—banyak panggilan tak terjawab dari nomor yang sama. Namun, ia memilih tidak berkomentar.

“Kamu kenapa pindah ke sekolah ini?” Gavin bertanya, lalu mengambil duduk di samping Ann, menjaga jarak yang cukup antara mereka.

Ann menoleh, mengamati ekspresi Gavin yang tampak benar-benar tertarik dengan jawabannya. Pertanyaan ini sudah ia duga akan keluar dari mulut seseorang, tetapi tak menyangka justru Gavin adalah orang akan yang menanyakannya. “Karena sekolah ini selalu juara di olimpiade Bahasa Inggris.”

Gavin membulatkan mulutnya, Ann memang sudah menunjukkan kemampuannya dalam pelajaran Bahasa Inggris. Masuk akal. Rekam jejak akademik Ann memang luar biasa, bahkan di sekolah lamanya. “Dulu Kak Azriel yang berturut-turut jadi perwakilan. Sejak ada dia, bukan cuma bahasa Inggris, matematika juga.”

Ann membulatkan matanya, terkejut. “Oh ya? Dia pasti kesayangan guru.”

Gavin menggeleng samar. “Nggak tahu juga sih.” Ia melirik sekelilingnya, lalu menambahkan, “Tapi, beberapa kali aku lihat dia di perpustakaan. Mau coba ke sana?”

Ann menimang-nimang sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Boleh.”

Mereka berjalan berdampingan melewati lorong sekolah yang mulai lengang. Gavin melirik sekilas ke arah Ann yang tampak santai, tangan gadis itu bertaut di depan tubuhnya. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya ke staf perpustakaan saat mereka tiba di sana. Dengan mudah, Gavin mendapatkan izin untuk mengerjakan tugas bersama Ann.

Gavin tersenyum samar, membawa Ann ke perpustakaan adalah ide yang bagus. Ia jadi bisa melakukan penyelidikan tanpa dicurigai.

Lihat selengkapnya