“Hey, kembalikan padaku! Dasar menyebalkan! Emily! Kembalikan paperku!”
Emiliy tertawa terbahak-bahak, berlari di sepanjang lorong universitas Oxford yang panjang. Hari ini adalah hari terakhir di bulan Juni, itu berarti ini adalah hari terakhir untuk mengumpulkan tugas paper sebelum liburan musim panas resmi dimulai besok pagi. Sialnya Emily justru bermain-main dengannya, dan membawa lari tugas papernya yang seharusnya sudah dikumpulkan sejak lima belas menit yang lalu.
“Emily please, tuan Joseph akan mengurangi waktu liburan musim panasku jika aku terlambat mengumpulkan papernya.” teriak Calistha memelas. Tatapan aneh dari berbagai mahasiswa yang sedang berlalu lalang disekitarnya ia abaikan begitu saja. Saat ini fokus matanya hanya tertuju pada Emily yang sedang sibuk menertawakannya di ujung lorong.
“Aku hanya ingin membuatmu berolahraga Cals. Kemarilah, ini kukembalikan papermu.”
Calistha mendengus gusar di tempatnya sambil berjalan cepat kearah Emily. Dadanya seperti sedang diterpa gempa bumi berskala tinggi karena gemuruhnya yang menggila. Emily sialan itu benar-benar menyebalkan!
“Terimakasih.”
Emily sengaja menggoda Calistha saat gadis itu hanya merampas papernya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Namun tentu saja, hal itu wajar dilakukan oleh Calistha. Manusia mana yang akan berterimakasih untuk papernya yang baru saja dibawa kabur oleh seseorang yang sangat jahil?
“Semoga saja tuan Joseph masih menerima paperku.” desah Calistha frustrasi. Semalam ia telah bekerja keras untuk menyelesaikan papernya agar siang ini ia tidak terlambat mengumpulkannya di meja tuan Joseph. Namun pengganggu itu justru mempersulit semuanya, dan membuat seluruh rencananya kacau.
“Tuan Joseph tidak mungkin akan menolakmu. Bukankah ia sangat menyukaimu?” tanya Emily ringan sambil merangkul pundak Calistha. Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruangan tuan Joseph yang berada di lantai satu sambil bersenandung ringan. Sebenarnya hanya Emily yang bersenandung, sedangkan Calistha, ia masih dilingkupi oleh awan mendung karena ulah Emily beberapa saat yang lalu.
“Entahlah, aku tidak yakin. Apa kau pikir nama besar ayahku akan berpengaruh padanya?”
“Tentu saja. Bahkan sebenarnya kau tidak perlu bersusah payah untuk mengerjakan paper itu karena kau adalah putri dari Jacob Im, seorang pengusaha super kaya dari Korea Selatan, dengan berbagai macam aset, dan bla bla bla...” celoteh Emily keras hingga beberapa mahasiswa sedikit menoleh kearahnya. Namun Calistha memilih untuk mengabaikannya dan tetap berjalan menuju ruangan tuan Joseph di lantai satu. Gadis disebelahnya ini memang cukup ajaib. Bahkan ia tak pernah menyangka jika ia akan memiliki seorang sahabat seperti Emily. Tapi setidaknya gadis itu memiliki hati yang baik, disamping sikapnya yang menyebalkan dan juga ajaib. Gadis itu tidak mendekati Calistha hanya karena Calistha adalah putri dari Jacob Im. Gadis itu berteman dengan Calistha karena mereka berdua memang cocok sebagai sahabat. Kepribadian Calistha yang sedikit tertutup dan juga pendiam sangat cocok dengan kepribadian Emily yang sangat blak-blakan dan juga berisik. Namun meskipun mereka telah bersahabat selama lebih dari tiga tahun, Calistha tetap tidak bisa membuka seluruh kehidupannya pada Emily. Hingga sejauh ini Emily hanya mengetahui setitik kecil dari seluruh kehidupannya yang luar biasa. Tapi bagi Calistha hal itu sudah jauh lebih dari cukup, karena ia tidak pernah mau menyeret sahabat baiknya ke dalam kehidupannya yang sangat rumit.
“Cals, apa kau ingin bergabung bersamaku dan adikku untuk berlibur ke pedesaan Skotlandia? Rencananya kami akan menghabiskan dua minggu liburan musim panas kami di rumah kakek dan nenek sambil membantu mereka memanen anggur. Apa kau ingat dengan ceritaku mengenai kakek dan nenekku yang memiliki perkebunan anggur seluas satu hektar?”
“Ya, aku ingat.” jawab Calistha pendek. Tentu saja ia akan selalu mengingat hal itu karena setiap hari Emily tidak pernah berhenti menceritakan kesuksesan kakek dan neneknya yang berhasil merintis usaha perkebunan anggur dan juga wine terbaik di Skotlandia. Sayangnya kali ini ia harus menolak ajakan Emily lagi karena ayahnya jelas tidak akan mengijinkannya untuk pergi kemanapun selama liburan musim panas.
“Jadi? Apa kau ingin bergabung bersama kami?”
“Maafkan aku Emily, aku...”
“Yayaya... aku tahu. Kau pasti akan menolakku lagi. Aku sudah hafal dengan jawabanmu Cals. Kau sudah menolakku sebanyak tiga kali, ini yang ke empat,” ucap Emily cemberut. Calistha tampak merasa bersalah pada Emily sambil mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada, meminta maaf. Ia memang tidak akan pernah bisa pergi kemanapun selama liburan musim panas ataupun di liburan-liburan yang lainnya karena ayahnya terlalu khawatir dengan keadaanya yang jauh dari jangkauan yang sang ayah.