Setelah jam pelajaran terakhir usai, Aluna dan Gali berjalan bersama menuju kantin. Beberapa teman sekelas mereka melirik heran, mungkin karena jarang melihat Aluna berinteraksi dengan siapa pun selain Clara. Namun, Aluna tidak terlalu peduli, dan tampaknya Gali pun sama sekali tidak terpengaruh.
Mereka duduk di salah satu meja paling pojok, jauh dari keramaian. Gali membuka bekal sederhana yang dibawanya—sepotong roti dan sebotol air mineral. Sementara itu, Aluna hanya memesan segelas teh manis hangat dari kantin.
“Lo nggak makan?” tanya Gali sambil menatapnya.
Aluna menggeleng pelan. “Aku nggak terlalu lapar.”
Gali hanya mengangguk tanpa memaksa. Ia menggigit rotinya dengan perlahan, sementara Aluna menatap ke luar jendela, memperhatikan hujan rintik-rintik yang mulai turun lagi.
“Kantin ini selalu rame, ya,” komentar Gali tiba-tiba. Suaranya datar, tapi cukup untuk memecah keheningan.
“Hmm, iya. Aku jarang ke sini,” jawab Aluna sambil menyeruput tehnya. “Lebih suka di kelas.”
Gali menatapnya sesaat, lalu berkata, “Lo suka sendirian?”
Aluna mengangkat bahu. “Mungkin. Rasanya lebih tenang.”
Gali tersenyum tipis, senyum yang pertama kali Aluna lihat dari wajahnya. “Sama,” katanya pendek.
Keheningan kembali menyelimuti mereka, tapi anehnya, tidak terasa canggung. Justru, Aluna merasa nyaman. Ia tidak perlu memikirkan apa yang harus dikatakan atau bagaimana caranya bersikap. Bersama Gali, semuanya terasa alami.
Namun, keheningan itu tidak berlangsung lama. Clara tiba-tiba muncul di depan mereka, membawa dua bungkus snack di tangannya.
“Luna! Eh, lo makan bareng Gali?” tanya Clara dengan nada terkejut yang dibuat-buat. Matanya bergantian menatap Aluna dan Gali.
Aluna hanya mengangguk. “Iya. Kenapa?”
Clara menatap Gali dengan penasaran. “Wah, si misterius akhirnya nongol juga, ya. Kok bisa, Lun? Lo kenal dari mana?”
Gali tidak bereaksi. Ia hanya melanjutkan makan dengan santai, seolah tidak terganggu. Aluna tersenyum kecil. “Baru kenal kok. Dia cuma ngajak makan.”
Clara mengangguk-angguk, meskipun masih terlihat penasaran. “Hmm, ya udah deh. Gue duluan ya, Lun. Lo tau kan gue ngga bisa jauh-jauh dari si Farel,” katanya sambil melirik ke arah meja di mana pacarnya duduk. Setelah itu, ia pergi sambil melambaikan tangan.
“Temen lo cerewet juga,” komentar Gali setelah Clara pergi.
Aluna tersenyum kecil. “Dia memang selalu begitu.”