The Souls of Black Amorphophallus

Tanilshah
Chapter #3

Putik Gugur Dandelion

Sabtu, 21 September 2019, pukul 06.35 WIB

Sepasang ban dengan gaya geseknya berjalan menggeru di sebuah jalanan beraspal yang diiringi seret langkah seorang kakek tua berkalungkan celemek putih di lehernya. Bak gatot kaca dengan otot kawat tulang besinya sang kakek mendorong sebuah gerobak usang penuh beban mengelilingi kompleks perumahan.

Senyum semerbak dari pipi keriput sang kakek menjadi sapaan manis untuk orang-orang yang berlalu lalang di kompleks tersebut. Di temani kicauan merdu burung pagi dari balik pepohonan rimbun sisi jalan, sang kakek melangkah dengan napas beratnya melewati sebuah rumah yang pagarnya berhiaskan tanaman rambat menjuntai.

"Sayur Bu... Buuuuuuu... Sayuuuuuuurr....."

Ibarat alarm pagi tanpa baterai, Pak tua bercelemek dengan suara lantangnya saat menjajakan sayuran, membuyarkan mimpi Ayyana pagi itu. Dengan rambut bak gulungan injuk yang terurai, Ayyana terbangun dan duduk sesaat untuk mengembalikan kesadarannya.

Kelopak matanya teramat berat untuk membuka lebar dengan kaki yang enggan melangkah turun dari kasur seperti terpasung di tempat tidur, badannya pun seakan ingin rubuh ke sana sini.

Tampak iris cokelat mata Ayyana tersilaukan oleh sinarnya mentari yang menerobos masuk melewati celah-celah gorden jendela kamarnya.

Sesaat mata Ayyana terbelalak, ia teringat sesuatu. Dilihatnya kalender yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur, ceklisan tintanya tepat berada dilingkaran merah yang ia gambar.

"Yessss sudah saatnya." ujar Ayyana sembari bergegas melepas selimut hangat yang melingkupi tubuhnya.

Setelah menyegarkan diri di pagi hari, dipilihlah pakaian terbaik yang akan ia gunakan saat itu.

Tepuk-tepuk pipi kanan, pipi kiri, dahi, dagu, dengan sedikit sentuhan blush on merah muda mempercantik penampilannya. Tak lupa yang terakhir polesan lipstik di bibirnya yang semakin mempermanis senyum Ayyana dengan gingsul di gigi atas sebelah kiri.

Terlihat dua koper besar tergeletak di pojok kamar dekat pintu dengan sebuah tote bag  merah bertuliskan jangan disentuh sudah tertata rapih. Bukan untuk pergi berlibur di pantai berpasir, tetapi tepat di hari ini adalah momen dimana ia akan pindah ke rumah Bibinya di Bogor. Ia akan segera menyandang gelar sebagai si pejuang toga.

Bagi Ayyana pergi jauh dari rumah dan bertemu orang-orang baru bukanlah masalah, maklum saja ia lebih senang berada di antara kerumunan semak belukar daripada di rumahnya sendiri. 

Namun Maurie yang sehari-harinya hanya bertemankan setumpuk buku menjadikannya seperti seekor laba-laba yang hanya tahu sarangnya saja. Hingga tibalah saat dimana momen mendebarkan datang di kehidupannya.

"Tap.. Tap.. Tap.." suara langkah Maurie perlahan-lahan menuruni tangga rumahnya. Senyum manis Ayah dan Ibu menyambut di depan pintu rumah.

"Sudah siap berangkat?" tanya Ibu Maurie.

Maurie mengangguk-anggukan kepalanya. Suaranya tertahan, ada linangan di kelopak matanya yang mencoba keluar. Entah apakah karena ia sedih harus tinggal jauh dari orangtuanya atau karena ia takut menghadapi kenyataan akan tinggal sendirian.

Lihat selengkapnya