Selasa, 5 November 2019
Setangkai bunga tapak dara tumbuh di tepi trotoar sebuah jalan, kelopaknya yang berwarna merah muda tampak merekah tersentuh cahaya fajar yang perlahan mulai menyingsing dari ufuknya. Terang sang fajar sampai-sampai terpantul dari sebersik air yang tertampung di sebuah kubangan kecil tepat di tengah trotoar itu.
Tampak seorang gadis dari arah matahari terbit datang dengan langkah seribu kaki kudanya. Rambutnya yang terkuncir satu di belakang terkibas-kibas kuat ke kiri dan ke kanan, napasnya terengah-engah, keringat mengucur di keningnya.
Rasa cemas yang muncul membuat pandangannya tak fokus, hingga ia tak sadar menginjak kubangan yang dasarnya penuh lumpur itu. Kemilau sepatunya yang berwarna putih pun tercat tak beraturan karena lumpur yang dipijaknya.
Ia berhenti sejenak dengan tangan kanan yang tertumpu di lututnya, sembari perlahan-lahan mengatur ritme napas. Dilihatnya jam yang terpasang di sisi tangan yang lain.
Dengan napas pendek dan cakap awur-awuran, "Manaa jam manaa... Jarum pendeknya yang mana ini, pliiss fokus mata fokussss. Oke, okeee menitnya [li....limaaa] [sebelum jam delapannya] [lima menit] iya iya... Hahhh.. huuhh.. haahh.. huuhh.."
Seperti akan lari maraton, ia posisikan tubuhnya siap siaga, di hentakkan kakinya di tanah dan lanjut berlari secepat kilat. Dengan rasa tak perduli bak puting beliung ia menghempas segala apa yang dilaluinya. Bayang pikirannya hanya satu, pijakan kakinya di sebuah ruangan harus tepat pada pukul 08.00 WIB.
Setelah segala kudapan pagi dalam perutnya terkuras menjadi kucuran keringat, sampailah ia di depan sebuah ruangan. Seperti seorang detektif jalanan, ia coba menguping dari balik pintu, apakah ada suara yang terdengar dari dalam. Setelah yakin semuanya aman, ia pegang gagang pintu dan menekannya perlahan.
Saat itu memang seisi ruangan hening, hanya ada teman-temannya yang tengah duduk manis di kursi dengan setumpuk buku terbuka di meja masing-masing. Sesaat setelah seluruh pintu terbuka, dilihatnya seorang wanita dewasa bertubuh tambun dengan tangan tersilang di perut, melirik dirinya dari ujung kaki hingga ujung rambut disusul dengan gelengan kepala.
"Isshhhh iissshhhh... Ayyanaaaaaaaa... Kamu habis berburu di hutan mana lagi pagi-pagi seperti ini, hah?" Suara lantang wanita bertubuh tambun itu terdengar menggelegar di ruangan tersebut. Ternyata beliau adalah Ibu Asmi, dosen mata kuliah Ayyana yang terkenal killer.
Mulut Ayyana terkunci rapat, ia tak bisa berkata. Dengan bibir yang ia jepitkan di antara rahang atas dan bawah, Ayyana menampakkan raut wajah memelas kepada Ibu Asmi.
"Kamu ini, kalau tidak niat belaj........"
"Baru telat lima menit ko Bu. Yaahhh lim... limaaa menitkan.. yahh," sambung Ayyana sembari melihat jam yang berada di tangan. Mata Ayyana terbelalak, jarum pendek jamnya ternyata sudah menunjukkan pukul 08.10 WIB.
"Ahahaha... limmmmmma menit lebih lima bu," cetus Ayyana dengan ekspresi penuh kecemasan.
"Lima menitnya kamu itu sudah yang ketiga kalinya noooook. Sepertinya kamu tidak bosan Ibu beri hukuman. Ingin ditambah berapa lagi hafalannya, hmm? 100 yah, kamu hafalkan 100 nama ilmiah tumbuhan di hutan tropika!"
"Hah, minggu kemarin hanya 50 Bu, mengapa sekarang jadi berkali lipatnya,"
"Ohh sudah mulai berani bernego. Okeee 50 nama ilmiah lusa depan Ibu tunggu Ayyana. Eeiitttt pertemuan berikutnya sisa 100 lagi Ibu tagih. Telat sehari, Ibu beri oleh-oleh review jurnal internasional, paham? Sana duduk!" gertak Ibu Asmi dengan mata sipit piciknya seolah tak memberi ampun.
Dwwwwaaaaarrrrrrrrr.......
Tiba-tiba seperti ada sebuah halilintar yang datang menyambar ubun-ubun. Ayyana hanya pasrah dengan raut penuh derita. Ia kemudian merendahkan kepalanya sekian derajat (memberi hormat) kepada Ibu Asmi. Lekas ia berjalan dan duduk di kursi kelas yang masih kosong.
Cio Mayandra Bagaskoro, pria jangkung dengan alis unibrow nya yang tumbuh tanpa sekat antara kiri dan kanan, duduk tepat di samping Ayyana. Seperti biasa, Cio mengejek Ayyana karena keterlambatannya.
"Ekhmm dapat gajah berapa ekor bu, sampai sepatu belok begitu?" bisik Cio dengan posisi badan yang ia condongkan ke posisi Ayyana duduk. Ayyana menghela napas disusul tatapan menyerong tajam ke arah Cio.
Tik.. Tok.. Tik.. Tok.. Detik jam berlalu perlahan.
"Okee mata kuliah hari ini Ibu akhiri, jangan lupa tugas jurnal ilmiah masing-masing kelompok Ibu tunggu besok pagi ya!"
Setelah menumpuk buku yang tercecer di meja dosen, Ibu Asmi menutup kelas perkuliahannya pagi itu dan perlahan berjalan menuju pintu keluar. Namun hanya tinggal beberapa langkah lagi, Ibu Asmi terhenti dan membelokkan badan ke arah meja mahasiswanya.
"Ayyanaaaaaaa, heeeeeekkkhh." Bersama sorotan setajam mata elang, di libaskan tangan Ibu Asmi di lehernya seolah bergaya menggorok sesuatu, seraya berlalu pergi.
Duuummmmmm, dengan rengekan palsunya Ayyana hentamkan wajah cantiknya di atas permukaan meja kuliah yang ia gunakan saat itu.