"Aku sangat berterima kasih atas wujud dan nama yang kau berikan."
Selviana mengangguk seraya tersenyum tipis. Dua pasang mata itu saling menatap satu sama lain dengan sorot teduh. Bagaikan pinang dibelah dua. Mereka yang berdiri saling berhadapan tampak seperti dua orang saudara kembar. Sekarang mereka berada di ruang hampa penuh warna yang menari.
"Aku gak menyangka kau akan memikirkan ini. Kita seperti saudara kembar." Gadis yang berpenampilan mirip dengannya itu terkekeh seraya memerhatikan diri sendiri.
Selviana sendiri juga ikut terkekeh. Dengan masih tersenyum, ia mengakui dalam hati. Benar seperti memiliki saudara kembar.
"Semua itu hanya terlintas begitu saja." Itulah yang bisa dijelaskan oleh Selviana tentang ide ini.
"Idemu memang gak pernah mengecewakan." Silvania mengatakan itu dengan sorot mata yang lembut. Ucapannya terdengar sangat tulus.
"Cara bicaramu juga berubah."
"Aku mengikuti sifat dan kebiasaanmu."
Selviana mengangguk paham dan tertawa kecil. Lucu dengan perkembangan ini.
"Tuanku."
"Tolong, jangan memanggilku dengan sebutan itu."
Jujur saja, Selviana sendiri merasa dirinya tidak pantas mendapatkan julukan itu. Kemarin saja, saat dipuji tentang kemampuan imajinasinya saja, antara senang dan netral. Baginya, di luar sana masih ada orang yang memiliki imajinasi jauh lebih kuat darinya.
"Bagaimana dengan 'Mama'? Kamu yang menciptakan diriku."
Seperti di luar sana. Mereka yang menciptakan karakter akan menganggap sebagai anak sendiri. Selviana berpikir sejenak.
"Senyamanmu aja," jawabnya pasrah. Senyuman masih ada.
"Baik, sekali lagi makasih Mama." Silvania tersenyum manis hingga kedua matanya menyipit. Sang 'ibu' membalas dengan anggukan disertai senyuman.
Rasanya ada sesuatu yang muncul di hati ini. Hangat dan berbunga-bunga. Di sisi lain tidak terlalu berharap terlalu banyak.
°°°
"Lagi-lagi tidak menang ya."
Selviana hanya tersenyum miris. Cerpen dan puisi yang pernah menjadi tugas bahasa Indonesia dan di ekstrakurikuler penulisan kreatif. Satupun tidak ada yang berhasil lolos. Ya, dia tidak terlalu memikirkannya. Di sisi lain, semoga suatu hari nanti. Dirinya bisa mengikuti dan memenangkan sesuatu.