"Ah, aku kangen pinjam novel dan baca novel seperti dulu dari perpustakaan," curhat Selviana. Kedua tangannya dilipat di belakang kepala dengan pandangan mata ke atas.
"Aku punya beberapa novel di rumah. Kamu mau pinjam baca?" tawar Sonia yang sibuk menggambar sesuatu di atas kanvas.
"Bisa?" tanya Selviana dengan mata berbinar dan senyuman yang merekah.
"Tentu saja. Kapan kita akan kembali kesini? Akan aku bawakan novelnya. Kamu suka novel gimana?"
"Hm, saat kamu gak lagi sibuk. Aku sukanya yang sihir dan perjalanan waktu gitu. Fantasi. Kamu pasti udah tau aku suka yang seperti apa, kan?"
"Oke. Aku jamin kamu akan menyukai novel ini."
"Akan kutunggu. Makasih, ya udah mau minjemin."
"Sama-sama."
Selviana dan Sonia tengah menghabiskan waktu di dunia imajinasi. Rilexkan diri dari segala aktivitas dan rasa stress di dunia nyata. Sonia membawa perlengkapan menggambarnya. Gadis berhijab itu tengah menggambar seekor bebek kecil yang kebetulan sedang asyik berenang di danau. Posisi kedua gadis itu tengah duduk di depan danau kecil. Dengan pohon sebagai payungnya. Selviana sendiri, seperti biasa menulis cerita.
"Susah ya, mau baca novel ori. Kebanyakan pada baca bajakan." Selviana membuka topik pembicaraan seraya tangannya masih asyik menciptakan deretan kalimat. Matanya juga tetap fokus ke buku.
"Ya, soalnya bajakan itu. Kamu tau kan? Harganya sangat murah dan mudah diakses di internet."
"Mereka gak mikirin perjuangan penulis. Gak ngehargai," sungut Selviana.
"Mana mau ngerti mereka. Bagi pembaca yang penting rasa penasaran terpenuhi. Berbagai cara. Mau lewat jalur bajakan atau spoiler."
"Orang udah capek-capek mikirin ide. Dikira nulis itu bisa cepat."
"Orang sekarang itu pada pengen hasilnya ketimbang prosesnya. Gak perlu heran sama orang model ginian."
"Fanfic juga sama aja. Mereka mencuri watak asli milik studio. Terus dijualbelikan. Sok ada UUD HAK cipta lagi."
"Mereka gak akan peduli dengan semua itu. Demi mendapatkan uang. Cara haram pun jadi lah."
"Haish! Mereka kapan ngertinya?"
"Sampai dunia ini kiamat. Manusia gak akan tobat kalau gak ada musibah muncul."
"Ya, ya. Musibah muncul. Semua pada nangis-nangis. Merengek. Memohon ampun. Tunggu semuanya terlambat baru menyadarinya."
Keheningan kembali menyapa. Hanya suara desiran angin dan gesekan dedaunan di dahan pohon. Sonia yang mulai kehabisan ide. Memilih untuk mengeluarkan handphone-nya dari saku celana. Dibukalah salah satu aplikasi media sosial yang berlogo F dalam kotak biru tua. Jarinya menggeser layar pelan-pelan. Matanya yang tampak ada pancaran visual isi postingan orang-orang dari beranda itu, mendadak melebar.