Pantai Jimbaran - Bali, Januari 2008.
“Naara, sini nak. Bapak mau perkenalkan kamu dengan teman Bapak.” Naara yang sejak tadi duduk di meja makan bersama kakak dan Ibunya akhirnya datang menghampiri bapaknya.
Hari itu Reinhard dan Nirmala sedang merayakan Ulang tahun Pernikahannya yang ketiga belas bersama dengan anak-anak di Restoran Pantai Jimbaran sambil menikmati matahari terbenam. Lalu secara tidak sengaja Reinhard bertemu dengan Ben, sahabat lamanya di masa kuliah. Hingga akhirnya terjadilah sebuah reuni dadakan.
“Nah, jadi ini anak perempuan saya Ben. Namanya Naara. Dia kemarin baru saja menang lomba Matematika di DKI Jakarta. Padahal dia masih umur tujuh tahun.” Reinhard dengan penuh semangat tak henti-hentinya membanggakan anak bungsu kesayangannya itu. Naara yang selalu dipuji-puji oleh ayahnya hanya tersipu malu.
Dari kejauhan, Bara yang masih berada di meja makan bersama Ibunya melihat betapa bersemangatnya Sang Bapak memperkenalkan adik perempuannya ini. Sepanjang sejarah, Ia tak pernah melihat Bapaknya membanggakan Bara di hadapan orang lain. Rasa sedih dan cemburu mulai berkecamuk di dalam hatinya. Bara berharap dirinya bisa memiliki setidaknya setengah saja dari kemampuan dan pesona yang adiknya miliki agar Ia juga bisa dibanggakan ayahnya.
“Wah, wah, luar biasa. Pasti nurun dari Ibunya ini ya.” Reaksi spontan Ben disambut tawa Reinhard yang luar biasa keras, hingga Ia lupa bahwa saat ini dirinya sedang berasa di tempat umum.
“Lalu anak sulungmu mana hard? Anakmu ada dua kan?”
Begitu Ben menyinggung anak sulungnya, wajah Reinhard yang tadinya penuh dengan tawa seketika berubah masam.
“Iya. Itu dia ada disana sama Ibunya.” Jawab Reinhard sekenanya, sambil menunjuk ke arah Nirmala dan Bara.
Ben lalu melambaikan tangan ke arah Nirmala dan Bara yang akhirnya dibalas oleh senyuman dan lambaian tangan oleh Nirmala.
“Bara, kita samperin mereka yuk.” Ajak Nirmala.
“Nggak ah bu. Males.” Jawab Bara singkat.
“Gak boleh gitu nak. Tadi Om Ben udah sampai melambaikan tangan ke kita loh. Kita harus selalu sopan sama orang lain nak. Ayo sapa sebentar saja ya.”
Bara yang awalnya tak acuh terpaksa mengikuti Ibunya. Ia tidak tega menolak kalau ibunya sudah meminta lebih dari satu kali.
Dengan wajah merengut Bara akhirnya mengikuti Ibunya berjalan ke meja makan teman bapaknya.
“Halo Mas Ben, Apa kabar? Sendirian aja nih?” Sapa Nirmala.
“Baik Mbak Nir. Iya nih. Kali ini saya ke Bali untuk urusan kerja saja. Istri sama anak di Jakarta. Besok saya baru pulang. Wah ini anak sulungnya ya? Siapa namanya?”