The Story of Witch's Reunion

Amenosa Retosa
Chapter #8

Hamparan Bunga

HAMPARAN BUNGA


"Um.. ya? Kenapa tidak boleh? Aku yang ingin kamu memanggilku begitu, maka tak ada masalah, kan?"

Aku sedikit memiringkan kepalaku, mengerjap bingung. Memang tak ada yang salah dari kaum bangsawan yang memberi akses kepada seseorang yang mungkin di bawah kedudukannya untuk tak menghiraukan panggilan honorifik saat berbicara dengannya. Sebaliknya bila kamu, yang berstatus lebih rendah, sekali saja memanggil seorang yang berdarah bangsawan, maka jangan harap kamu bisa lepas dari tuntutan hukum pelecehan verbal.

Hal itu dapat terjadi hanya dalam premis sang bangsawan mengajukan tuntutan. Tidak ada bukti? Tidak masalah! Sebab sebagian besar kerajaan yang menganut aristokrasi di bumi ini selalu berorientasi keberpihakkan pada keuntungan kaum bangsawan, terbebas dari catatan buruk yang mungkin dimilikinya.

"Begitukah, maka aku akan menerima kemurahan hati anda, nona Ranelli.. Sekarang, Elli, mari mulailah bersembunyi. Aku ragu aku masih punya waktu luang lebih lama lagi."

"T-tunggu, tidakkah kamu mengubah cara bicaramu begitu cepat? D-dalam situasi seperti ini, harusnya perlu beberapa waktu bagi kita untuk bisa langsung saling memanggil begitu akrab.."

"Dalam situasi seperti ini? Elli, kamu sudah mengambil waktu istirahatku yang sudah sebentar dengan seenaknya, lalu kamu mengharapkan kita butuh waktu untuk saling membiasakan diri? Maaf, walaupun kamu bangsawan sekalipun, aku tak merasa sudi."

"Arkk! Terserah kamu, lah. Lath payah, wlee!"

"Hoou, biar kuberi tahu kau seberapa ganas seorang pria—"

".. Elli, rupanya majikanku memanggilku. Bermain lah sendiri, tapi jangan malam-malam, orang tuamu pasti khawatir."

Begitu saja. Lath berlari pergi kembali ke tenda sirkus. Melihat profil belakangnya membuatku merasa dia seperti seorang saudara laki-laki yang mengkhawatirkan adiknya. Aku tak yakin karena aku tidak pernah memiliki seorang saudara atau saudari kandung...


~~~


"Ayah, kapan aku bisa memiliki seorang adik?"

"!!!! Bleh, bleh, uhuk-uhuk.. Hemm, Ranelli, apa yang kamu coba tanyakan tiba-tiba? Seseorang tidak bisa lahir begitu saja ke dunia. Kita ambil contoh kucing—"

"Fueh, ada apa dengan kucing? Mereka melakukan apa untuk bisa memiliki keturunan?"

Ayah tiba-tiba berdiri dari kursi. Wajahnya seketika kaku dan mulutnya tertutup rapat, terdiam. Di dahinya ada butir keringat, tiba-tiba ia dengan mekanis melihat ke arah ibu. Mengikuti tatapannya, aku menemukan ibu dengan semburat warna merah di wajahnya, menunduk dengan tangan kanan mengepal erat di lutut sementara tangan kiri mencoba mengipasi wajahnya. Seiring waktu makin cepat cara ia mengipasi wajahnya dan sesekali aku bisa melihat helaan nafas dari mulutnya.

'Hm? Apa ibu jatuh sakit lagi? Kondisinya tampak tidak baik-baik saja..'

"Err, Ranelli, kita bahas ini lain kali saja, ya?"

Aku diam-diam mengganggukan kepala. Situasi terasa menjadi canggung di antara kami. Beberapa saat kemudian aku disuruh oleh ayah untuk bermain sendiri di taman depan rumah. Sebaliknya ayah akan mencoba menenangkan ibu, aku rasa.

Tak ingin meninggalkan mereka begitu saja, aku mencoba berbisik dan menanyakan pada ayah apakah ibu baik-baik saja, yang dijawab olehnya dengan..

(H-huh? I-ibumu baik-baik saja, Ranelli. Percaya saja pada ayah, ibumu pasti benar-benar sehat!)

Ingin percaya pada jawaban menggebu-menggebu ayah, aku menitipkan ibu pada ayah dan beranjak keluar rumah. Sebelum mencapai pintu depan, aku menemui beberapa pelayan kediaman kami. Merasa rasa penasaranku tak terpuaskan tadi, aku sontak mengajukan pertanyaan yang sama kepada mereka.

"Umm, Nona Ranelli, pertanyaan yang nona sebutkan hanya bisa kami jawab saat Nona mungkin sedikit lebih dewasa nanti." (tersenyum bermasalah)

"Fueh? Tapi Ranelli sudah cukup dewasa, loh."

(Menggelengkan kepala) "Tidak bisa, Nona harus tumbuh lebih besar dan dewasa lagi."

Merasakan jalan buntu berapa kalipun aku bertanya pada mereka. Aku berjalan melewati pintu rumah dengan agak kecewa. Sampai di taman tak ada hal yang menurutku spesial, sudah lama aku mengenali petak bunga di depan rumah hingga menjadi hal yang umum dari keseharian 'tuan putri terlindung'-ku.

Namun setidaknya ada Daisy yang tengah menyirami bunga, rupanya dia tak sendiri. Ia juga sedang bercakap-cakap dengan salah satu vassal kediaman ayahku. Siapa namanya? Swin? Ataukah yang benar Swen?

"Ah, Nona Ranelli! Apa kabar hari ini?!" (melambai-lambai)

"Baik—"

Teringat akan apa yang terjadi sebelumnya, aku merasa harus mendapatkan jawaban pertanyaan tadi kali ini.

"Daisy! Ada yang ingin kutanyakan padamu."

"Eh, tanya apa saja Nona. Ayo, jangan sungkan."

"Jadi, apa kamu tahu cara membuat anak?"

"Huh? Anak? Emm, maaf Nona, aku juga belum begitu tahu. Tapi aku kira-kira ingat seseorang mengatakan anak akan lahir jika pria dan wanita sal— Huummph, eph!"

"Hh-hahahha, maaf Nona Ranelli, Daisy kecil kami ini tampaknya memiliki tugas rumah yang belum diselesaikan olehnya."

"? Apa itu harus cepat-cepat dikerjakan?"

"Benar, Daisy perlu menyelesaikannya segera, haha. Maka silahkan bermain di tempat lain, Nona"

"Heump, Eup, Eup!"

Setelahnya Daisy dibawa masuk kediaman oleh Swin atau siapalah itu.

'Tapi aku lihat garapan di sini belum benar-benar selesai? Seseorang yang aku yakin bisa kutanyai lagi..'

Melihat ke cakrawala, pandanganku hanya menangkap kebun-kebun dan lahan yang belum diakses nan tertutupi pepohonan serta semak-semak. Namun bila kamu teruskan perjalananmu ke sana, di ujung perbatasan niscaya kamu akan menemui sebuah tenda sirkus besar dengan sederet kios.

Melihat kembali ke arah kediaman, tak kutemui satupun pelayan maupun vassal. Akhir-akhir ini rasanya aku tidak pernah lagi mengikuti kelas sihir. Oleh sebab aku tak mengikuti sekali, lalu besok aku membolos, besoknya lagi hingga menjadi hal biasa bagiku. Maka kupikir tak ada salahnya aku melakukannya lagi kali ini. Diam-diam aku memutuskan...


~~~


Lihat selengkapnya