The Story of Witch's Reunion

Amenosa Retosa
Chapter #11

Jalanan Kota (2)

JALANAN KOTA (2)


Memandangi pemandangan ibukota adalah satu hal, tetapi berjalan-jalan dengan ditemani seorang teman entah kenapa terasa lebih menyenangkan dan menyegarkan. Hal-hal sederhana seperti suara langkah kaki kita yang bertautan terasa lebih menenangkan didengar daripada tengah berjalan seorang diri.

Kita yang sesekali asik saling berbincang, meski pilihan topik pembicaraanya kerap terdengar aneh dan mungkin membingungkan bagi orang lain, kita tak mempermasalahkan hal tersebut dan tetep mau saling mendengarkan.

Kapanpun aku melihat sesuatu yang membuatku berdecak kagum, ingin sekali aku ingin membagi perasaan senang yang sama dengan dia. Terkadang kita dapat saling tertawa tanpa kepura-puraan atau kepalsuan.

Seolah hal remeh itu membuatku merasa bisa melakukan apa saja asalkan ada dia di sampingku... Hari-hariku terasa lebih menyenangkan dengan Lath di kehidupanku.

Tapi memikirkan itu semua, tak menghindarkan aku akan ketakutan terhadap masa depan yang tidak pasti. Bagi orang yang memiliki masa depan, ia akan asik membicarakannya.

Tapi tak begitu halnya dengan orang yang tak memiliki hari-hari di depan. Dia hanya akan mengisi hari-harinya tuk sekadar merenungi masa lalunya.

Aku tidak bisa tidak berpikir bahwa hari-hari semenyenangkan apapun itu, pastilah akan menemui muaranya suatu hari nanti. Memikirkannya terus hanya membuatku murung.

Nah, bagaimanapun akhirnya kelak, aku semestinya menjalani hari-hari yang ada sekarang dengan rasa syukur dan semangat. Aku.. setidaknya aku bahagia sekarang bisa memiliki seorang teman.

Sedikit demi sedikit tumpukan surat yang Lath bawa makin menyusut. Ini bahkan belum sampai tengah hari.

Tampaknya surat-surat tadi tak terlalu banyak dari kelihatannya. Biarpun kamu merenungkannya, budak pengirim surat tersebut masing-masing tersebar ke beberapa kawasan ibukota. Seharusnya aman untuk mengatakan bahwa antar budak kecil kemungkinannya untuk saling berpapasan.

Setidaknya sejauh perjalananku dengan Lath, kita belum pernah melihatnya. Tak bisa tak lebih aku syukuri, membebaskanku untuk bergerak lebih leluasa.

"Rupanya ini surat yang terakhir."

"Umm, apa penerimanya ada di dekat sini?"

"Ya, sekitar 400 meter dari sini, kurasa."

"Kalau begitu, ayo! Aku ingin bisa segera bermain!"

Membayangkan waktu yang lebih bebas dari saat ini takkan lama lagi bisa kita dapatkan, aku bersorak penuh kemenangan.

"Apa maksudmu? Setelah kita mengirim surat ini kita harus kembali ke tempat awal untuk laporan."

"Ehh......... tidak seru!"

"Kata siapa akan seru? Aku tak membawamu ke sini untuk bermain-main, hah."


~~~


"Hei, Lath, tak bisakah kita bermain sebentar?"

"..."

"E-eh, b-bagaimana kalo kita berjalan lebih lama? Kamu pasti kelelahan, kan?"

"...."

Sudah lama Lath tak membalas obrolanku. Aku rasa dia sedang merajuk. Tapi di sisi lain aku bisa memperhatikan dia sesekali mencuri pandang denganku dengan wajah agak bermasalah.

'Agh, jika begini aku tak tahu lagi apa dia mulai memusuhiku atau sebalikya. Wajahnya seperti kerepotan, apa ada alasan kenapa dia harus terburu-buru?'

Perjalanan kita kembali sebagian besar tanpa obrolan dua arah. Membuatku terlihat seperti tengah berkhotbah kepada iblis.. Terasa aneh.

Aku tak tahu lagi sudah berapa jauh kita berjalan pulang, tapi aku merasa perjalanan kali ini lebih melelahkan dan terasa lebih lama daripada perjalanan tadi yang singkat nan menyenangkan.

'Sampai kapan kita akan dalam kondisi hening ini.. Ini benar-benar tak tertahankan. Hm?'

Tak jauh dari sudut penglihatan, aku melihat seorang kakek tua dengan tangan kanan gemetar memegang tongkat kayu berjalan susah. Tampak dia sedang melihat-lihat ke sekeliling, seolah bingung dengan jalan yang ia lalui.

Merasa iba, aku mencoba menggapai lengan baju Lath di depanku. Berusaha menghentikannya. Merasakan tarikan di lengannya, Lath segera berbalik menghadapku, bertanya-tanya ada apa.

"Lath-Lath, bagaimana jika kita menolong orang tua itu. Bisa saja dia sedang tersesat, kan?"

"Hari begini mana ada kakek-kakek yang tiba-tiba tersesat... "

"Kita takkan tahu kalo kita tak bertanya, kan? Ayo Lath, ada orang yang mungkin membutuhkan bantuan kita!"

Lath bolak-balik melirik ke arahku dan ke arah tempat kereta kuda milik majikannya terparkir mungkin jauh di sana. Setelah ragu-ragu, ia dengan agak enggan mengikuti ajakanku.

Lihat selengkapnya