Aku membeku. Melihat Ares dan orang-orangnya membuat keberanianku habis. Menghilang. Bagaimana caraku meloloskan diri dari mereka? Apa yang harus kulakukan?
Refleks kakiku mundur, menubruk pagar kayu kandang.
“Apa aku juga harus memanggilmu Mistress sekarang? Kau sungguh berbeda Demeter.” Ares tertawa. Entah apa yang dia tertawakan. “Lihatlah dia, dia masih istriku. Aku belum melepaskannya, tetapi dia sudah tidur dengan Hephaestion.”
Ares memandang ke samping, seperti memberi isyarat orang-orangnya.
“Kalian tahu bukan? Hukuman berat akan diterima oleh seorang pengkhianat apalagi istri yang tidak setia.”
Langkah beberapa dari mereka maju. Di saat yang sama, aku menarik pisau yang tergantung di ikat pinggangku. Bayangan peristiwa, tidak, aku tidak sudi untuk sekadar mengingatnya. Aku akan melawan, apa pun yang terjadi.
“Mistress, apa yang ....” Aku mendengar suara, mungkin suara penjaga kandang, samar lalu menghilang.
Embusan angin semakin kencang, suara gemerisik dedaunan yang tertiup membuat hatiku semakin ciut karena takut.
“Mistress!”
Itu Callia. Dia berlari mendekat, bersama dengan prajurit yang kukenali. Sontak aku berteriak. “Mereka ingin mencelakaiku!”
Perkelahian tak dapat dihindari. Sekarang waktunya. Saat Ares menoleh pada kedatangan prajurit lain, kesempatanku untuk melempar pisau, dan tepat mengenai paha kanannya. Ares mengerang, tampak marah.
Aku harus pergi dari sini.
Callia berlari menghampiriku. Dia menarik tali leher kuda, melepaskan untukku satu. Napasku masih belum teratur, dan kebingungan mendera. Aku ketakutan.
“Mistress. Kita harus pergi sekarang.” Callia menyerahkan satu tali, dan dia langsung naik ke punggung kuda pilihannya.
Aku tak dapat berpikir. Mungkin sekarang. Aku benar-benar harus pergi. Kuda ditanganku meringkik kencang, dia pun tampak gelisah. Aku buru-buru naik, mengelus lehernya sebelum mengaba-aba. Kudaku melesat, menyusul jejak Callia.
Kami melaju, berkejaran di bawah sinar rembulan. Aku tidak tahu ke mana arah menuju Selatan, aku tidak bisa membaca rasi bintang. Akan tetapi, Callia tidak berhenti untuk membicarakan atau sekadar bertanya ke mana harus pergi. Ataukah Callia tahu, arah menuju Thebes?
Tak lama kemudian, beberapa tapak kuda dan ringkikan mereka terdengar bersahutan di belakang kami. Ada yang mengejar. Kecemasanku semakin menjadi-jadi, siapa mereka? Siapa yang membuntuti kami? Bagaimana jika mereka adalah Ares dan para pengikutnya?
Aku harus menyusul Callia dan memberi tahu supaya jangan berhenti. Aku harus cepat.
“Callia, ada yang mengejar kita!” teriakku, ketika jarak kami tidak terlalu jauh.