“Mistress, bolehkah aku bertanya.” Jace berucap lirih ketika dia membantuku bersiap-siap. Aku tidak dapat melarang mereka untuk berhenti mengurus semua kebutuhanku.
Aku tidak pernah mendapat jawaban, setiap kalibertanya apa yang membuat mereka begitu menghormatiku. Aku mengangguk untuk menyenangkan hatinya. Kurasakan tangan Jace berhenti menyisir rambutku.
“Aku ingin tahu apakah rumor itu benar. Maafkan kami Mistress, tetapi dulu kami sudah pernah mengutarakannya pada Mistress.”
Sontak pandanganku beralih pada Callia. Dia juga pasti menyimpan sesuatu dariku, selalu begitu. Aku dapat merasakan kepura-puraan Callia dari caranya yang tiba-tiba menunduk.
“Katakan apa sebenarnya yang ingin kau tanyakan, Jace!”
“Apa benar, Mistress menggugurkan kandungan? Maaf, Mistress.”
Jace melepas rambutku meninggalkan pekerjaannya. Dia berlari memutar lalu berlutut di depanku yang tengah duduk. Callia pun melakukan hal yang sama. Aku tidak marah, tetapi enggan berbagi rahasia dengan siapa pun.
Hephaestion sendiri, aku tidak tahu dia mendapat kabar dari siapa. Dia tak pernah menunggu jawabanku, dan menyimpulkan sendiri. Meskipun, kesimpulan yang dia miliki tidak pernah salah.
“Maafkan kami, Mistress.” Callia mengulangi permintaan maaf Jace. Dia terus menunduk dalam.
Dalam hati, ada keinginan untuk jujur. Akan tetapi, aku berpikir itu bukan tindakan yang cukup bijak. Sebaliknya, aku meminta mereka berdiri. Mereka sudah sepatutnya curiga, karena keduanya pulalah yang mengurusku ketika aku mengalami pendarahan selama lebih dari dua minggu.
“Kami tidak akan menanyakan tentang ini lagi pada, Mistress.” Jace berdiri setelah aku meminta, tentu tanpa memberi penegasan apa pun.
Bagiku, cukuplah aku yang tahu. Lagi pula Penyembuh itu sudah mati. Sekarang hanya antara aku dan Hephaestion.
Setiap kali teringat tentangnya, ada sesuatu yang membuatku bingung. Aku tidak tahu apa yang membuatku masih ingin memperbaiki hubungan kami. Sementara kekecewaan itu begitu tertancap kuat, seperti ada yang bagian dalam diriku yang tidak terima.
Namun, aku juga tidak dapat memungkiri kesalahanku. Setelah kurenungkan, rasanya keputusanku untuk tidak mempertahankan anak Hephaestion sungguh keliru. Aku telah membunuhnya, calon bayi yang tidak bersalah. Semestinya dia lahir ke dunia, dan sekarang mungkin aku sudah bisa memeluknya.