The Storyteller, Macedonia

Yayuk Yuke Neza
Chapter #20

Sembilan Belas

Aku menahan air mata, melihat Hephaestion membisu saat aku berkemas. Sungguh, aku tidak ingin kembali ke Pella. Akan tetapi, aku juga tidak mau memohon seolah-olah aku begitu membutuhkannya.

Hephaestion mungkin telah menemukan penggantiku. Aku harus siap menerima apa pun yang terjadi. Siapa pun yang tidak lagi cantik dan menarik, akan dibuang lalu digantikan.

Mistress, kau tidak apa-apa?” Callia membantu melipat kainku.

Hephaestion berdiri di salah satu sudut ruangan, dekat jendela. Aku tidak mengerti apa yang dilakukannya, datang kemari dan tidak mengatakan apa pun. Hanya sesekali dia memandangku, dan tatapan kami bertemu dalam kecanggungan.

Keanehan lainnya adalah dia mencegah Jace dan Callia ketika keduanya kuminta untuk pergi. Aku tidak selalu dapat memahami cara berpikir Hephaestion, dan aku sendiri bingung dengan apa yang kurasakan. Dia berbeda, seperti kian asing. Sejak malam itu, juga setelahnya.

Bodohnya. Pikiran menolak, sedangkan hatiku berkhianat. Aku ingin membencinya, tetapi tidak bisa.

“Demeter,” Hephaestion memanggil, lirih tanpa menoleh, “aku ingin bicara.”

Para pelayan termasuk Jace dan Callia, semuanya buru-buru meninggalkan kami. Aku menghela napas, mencoba menenangkan gemuruh di dada. Aku harus tetap tersenyum di depannya, sepahit apa pun keadaan yang akan menimpaku atau mungkin kemalangan telah terjadi tanpa kusadari.

Setelah merasa lebih baik, aku berbalik lalu berjalan menghampirinya. Hephaestion masih tidak bergerak dari tempatnya berdiri.

“Tuan membiarkanku dibawa oleh Ares. Katakan, Hephaestion ....” Air mataku luruh, untuk pertama kali aku berani menyebut namanya. Dia telah lama mengizinkan, tetapi aku yang keras kepala dan masih senang memanggilnya, Tuan.

“Itu perintah Alexander. Ares dan pasukannya akan mengamankan perjalanan menuju Pella. Menurutmu, apa yang harus kukatakan di depan semua orang?”

Aku semestinya siap mendengar kenyataan bahwa aku bukan sesuatu yang cukup berharga untuk dibela. Hatiku terluka. Tak terperi sakitnya.

Dalam kepedihan kuulas senyum dan tawa kecil. “Benar, aku hanya perempuan yang tidak memberikan sesuatu.”

Tidak memiliki anak, ataupun kekayaan. Tiada yang membuat Hephaestion memiliki alasan untuk mempertahankanku. Atau sesungguhnya dia sendiri menginginkan aku pergi. Semua bisa terjadi, ada begitu banyak kemungkinan.

“Kau salah menilaiku.” Hephaestion memandang ke samping, padaku yang juga tengah menatapnya.

Aku selalu berharap salah menilai keburukan yang ada pada dirinya. Betapa setiap hari aku terus berusaha untuk mengabaikan segalanya yang bersifat akan memengaruhi perasaanku. Namun, justru sikap Hephaestion-lah yang membuatku semakin meragu.

Lihat selengkapnya