The Storyteller, Macedonia

Yayuk Yuke Neza
Chapter #29

Dua Puluh Delapan

Bertolak meninggalkan Heliopolis, kelompok kami bergerak menuju Memphis. Hephaestion berpesan agar aku menunggu pasukan kembali ke Memphis. Sebagian besar pasukan memang tidak turut serta dalam perjalanan Alexander menuju Siwa.

Di samping Raja, hanya sebagian kecil orang-orang terdekat dan terpercaya.

Sampainya di Memphis, kami disambut hangat oleh orang-orang Yunani dan penduduk asli Egypt yang mendiami Memphis. Memphis adalah satu kota paling maju dalam perdagangan dan mereka memiliki sistem pemerintahan yang begitu tertata. Aku tidak heran mengetahuinya, sebab Alexander pasti memilih tempat terbaik untuk mengistirahatkan sejenak pasukan utama.

Berada di Memphis dan dikelilingi oleh orang-orang Yunani membuatku seperti berada di rumah. Meski tidak senyaman istana Pella, tetapi berada di Memphis justru aku merasa lebih aman.

Hingga tanpa terasa lebih dari satu bulan aku tinggal. Memphis memiliki pasar raya yang besar, setiap akhir pekan pasar itu dibuka. Aku pernah dua kali ke sana, bersama penjaga dan temani oleh Callia. Sementara putraku tetap tinggal bersama Jace. Aku tidak ingin membahayakan keselamatan si kecil dengan mengajaknya pergi ke tempat-tempat terbuka seperti pasar raya.

Aku dan Callia biasanya berangkat pagi ketika matahari baru akan muncul. Kemudian pulang ketika terik sudah berada tepat di atas kepala, tanda tengah hari. Callia tahu apa yang kulakukan di pasar, yaitu mencari seseorang.

Tak pernah satu kali pun kujelaskan alasan sebenarnya mengunjungi keramaian. Akan tetapi, aku yakin Callia sudah mengerti. Semenjak mengikuti pasukan, berjalan jauh, berpindah-pindah, dan setiap saat berada di antara orang asing, kami menjadi lebih sedikit bicara. Ada kalanya seperti mereka bisa membaca isi pikiranku, begitu pula aku yang memahami gerak-gerik mereka tanpa perlu bersuara.

Aku tahu pencarian tidak akan pernah mudah. Namun, aku akan terus berusaha sampai menemukan kebenaran dari semua omong kosong Ares.

Ares, dia tampak menjauhiku. Begitu lebih baik, sebab aku pun tidak ingin memiliki kedekatan dengannya. Sikap Ares yang berubah-ubah sering kali merepotkan, terkadang dia sungguh baik. Anehnya, dalam sekejap dia berubah menjadi si licik.

Mistress,” seorang prajurit menghampiriku, “prajurit penjaga memberi laporan, Raja telah kembali. Mereka sudah terlihat dari menara pemantau.”

Aku membeku. Sesaat tidak dapat mencerna, sekaligus tidak percaya dengan apa yang kudengar. “Benarkah yang kau katakan?”

“Benar, Mistress. Aku bersumpah demi nyawaku.” Prajurit itu menunduk dalam-dalam.

Aku bangkit, berjalan ke kanan ke kiri. Bingung, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Ketika pandanganku kembali lurus melihat prajurit itu, teringat untuk menyuruhnya pergi.

“Bawa ini.” Aku mengangsurkan tanganku di depannya, bersiap menjatuhkan satu cincin yang baru kulepas dari jari tengah. Sebuah hadiah untuknya, sebab aku tengah bersukacita.

Buru-buru aku mencari Callia, memintanya menyiapkan pakaian terbaikku. Juga aku ingin mandi dan berhias untuk menyambut kedatangan Hephaestion. Aku akan membuatnya percaya, bahwa aku tetap menawan dan cantik setelah melahirkan anaknya.

Callia mengangguk, tersenyum mendengar perintahku. Dia segera menyiapkan apa yang kubutuhkan. Sementara Jace yang lebih dewasa dan keibuan setia mendampingi putraku.

Mistress, genderang sudah terdengar.” Itu suara Jace, dia bicara dari luar ruangan.

Lihat selengkapnya