Aku tidak melanjutkan langkah. Hampir memutar arah ketika Hephaestion akhirnya melepas pelukan dengan Alexander. Keduanya mengatakan sesuatu, mungkin ucapan selamat malam atau semacamnya. Tak lama kemudian Alexander masuk ke tendanya.
Untuk beberapa saat, aku berpikir hendak memanggil Hephaestion. Namun, rupanya Tuan mengetahui keberadaanku. Dia menghampiri, sementara Ares, sama seperti yang selalu mantan suamiku itu lakukan, dia adalah satu di antara beberapa pengecut yang kukenal. Ares terus mengikuti, tetapi tidak berani menunjukkan pikiran-pikiran gilanya di depan semua orang. Hanya satu sebutan yang pantas untuk orang seperti Ares, pengecut.
“Kau mencariku, atau kau telah menyadari ketika aku pergi meninggalkanmu?” tanya Tuan ketika dia berdiri di depanku.
“Keduanya.” Aku menjawab, sungguh menahan diri untuk tidak menuduh Hephaestion. Meski dalam hati, aku ingin menyerangnya dengan banyak tanya. Aku telah melihat semua, semua yang dia dan Alexander lakukan secara diam-diam saat dunia tidak melihat.
Hephaestion merapatkan kain selimut yang menutupi tubuh bagian atasnya. Dia tersenyum, dan bodohnya aku mudah terpesona pada daya tarik yang dia miliki.
Tidak satu kata pun terucap di antara aku dan Hephaestion. Dia melangkah kembali menuju tenda, aku mengikuti. Sampai dia mematikan lagi nyala api penerangan, kami tetap saling diam. Aku berbaring di sebelahnya, seperti yang biasa kulakukan.
“Tidurlah, istirahatkan dirimu. Perjalanan kita masih panjang.” Hephaestion bicara, tanpa menyentuhku bahkan untuk sekadar memeluk.
Aku tidak mengatakan apa pun. Namun, sampai pagi datang aku terus terjaga. Pikiranku menolak beristirahat, meski hanya sekejap.
Ketika Hephaestion menyentuh lenganku lalu memanggil namaku, aku pura-pura membuka mata. Dari ekspresi wajahnya, aku yakin dia pun tidak tidur semalaman.
Di luar tenda, semua orang seperti berlomba membuat suara siapa yang paling berisik. Yang Hephaestion katakan semalam benar, perjalanan kami masih panjang. Siang hari, sebuah jalur baru akan diputuskan, pasukan dan seluruh rombongan mulai bergerak saat sore hari. Kami akan melanjutkan perjalanan.
Aku kerap bertanya-tanya ke mana akhirnya Alexander akan berhenti. Pertanyaan yang sama dengan rumor di luar sana pun berputar-putar dalam kepala, apakah Alexander tidak berniat menikahi seorang perempuan dan menjadikannya istri. Keingintahuan semua orang tentu memiliki alasan kuat. Sebab, beberapa teman masa kecil Alexander telah memilih pasangan mereka. Ptolemy telah menyatakan akan menikahi seorang perempuan, simpanannya. Cassander juga dikabarkan tertarik pada salah satu perempuan bangsawan Macedonia.
“Kau bersiaplah. Aku mungkin tidak bisa mendatangimu hari ini. Pastikan kau tidak tertinggal atau terpisah dari kelompok.” Perintah Hephaestion mengembalikan anganku yang tak tentu arah.
“Baik, Tuan.”
“Tolong, Demeter. Bisakah kau ....”
“Baik, Hephaestion.”