“Callia, pakailah pakaianmu dengan benar!” Aku membentak Callia.
Callia justru menjatuhkan beberapa barang. Semakin lama, aku terkadang sering kesal padanya. Kemarin lusa, aku sudah memberi tahu agar dia bersiap. Ada hari besar menunggu, dan perjalanan untuk mencapai seberang tidak akan mudah.
“’Mistress. Perempuan tidak diperbolehkan ikut bertarung.” Kalimat sanggahannya masih kuingat jelas.
Siapa yang hendak ikut bertarung? Tidak ada. Aku hanya menyuruhnya berpakaian sederhana, tidak lain agar dia bisa mempertahankan diri seandainya hal buruk terjadi.
Atau mungkin dia ingin diam diperlakukan seenaknya? Dijual sebagai budak tawanan? Callia tidak menjawab ketika pertanyaan yang kuberikan. Sementara aku sendiri sudah pasti akan melawan. Bodoh. Tidak ada kemudahan menjadi tawanan. Apalagi menjadi budak, bagiku sama dengan mati.
Aku tidak mau diam. Bila pasukan mendekat, aku harus bertahan. Seandainya sesuatu yang buruk terjadi, aku akan melawan.
Demi janji yang pernah kuucapkan di depan Hephaestion, aku harus bisa menjaga diriku. Pasukan dan pekerja yang akan membantu Tuan sudah pergi sejak dua hari lalu. Sementara sebagian besar dari kami harus menunggu di tenda sampai semuanya dinyatakan aman.
“Kau dengarku, Callia?” Aku bertanya, ingin memastikan dia juga mendengar suara seseorang.
“Aku mendengar, Mistress.”
Setelah Callia menjawab, aku berbalik meninggalkannya. Di luar tenda, samar-samar ada suara Alexander. Raja tetap tinggal dan menyusun rencana atau memang berniat mengamankan diri. Aku tidak tahu apa yang pasti atau telah terjadi, tetapi aku bertekad ingin menemuinya.
Saat aku membuka kain penutup pintu, sosoknya terlihat jelas. Alexander tengah berdiri di antara kerumunan kecil para penyembuh.
Bagaimana caraku memulai, apa yang harus kukatakan pertama kali untuk meminta sedikit perhatiannya. Berpikirlah Demeter, pasti ada cara untuk membuatnya mau berbicara denganmu tanpa ada Hephaestion.
Putus asa. Aku tidak menemukan satu kalimat pembuka untuk memulai pembicaraan. Betapa payahnya aku.
Aku menengadah, memandangnya. Di saat yang sama secara kebetulan Alexander juga melihatku. Sebagai tanda penghormatan, aku menunduk sambil berjalan menghampiri.
“Demeter.” Alexander berucap. “Aku tidak terkejut bisa melihatmu bisa selamat sampai sejauh ini.”