The Storyteller, Macedonia

Yayuk Yuke Neza
Chapter #43

Empat Puluh Dua

Aku mengangguk tanpa keraguan. Mustahil mengingkari isi hati bahwa aku masih menginginkan Hephaestion. Demi apa pun di dunia, aku bahkan rela menukar segalanya untuk bisa bersama dia lagi. Kebersamaan yang pernah kami miliki, dulu. Dia merapatkan tubuhnya hingga bersentuhan denganku. Di saat yang sama aku memejam, menanti sentuhan bibirnya.

“Demeter.”

Sebuah sentuhan membangunkanku dari angan-angan. Hasrat dalam diriku, seolah-olah tak ingin kehilangan sensasi manis yang hanya dapat kutemukan ketika bersama Hephaestion. Kapan pun, aku akan bersedia memberikan segalanya untuk dia.

Aku menoleh, Hephaestion masih berdiri di sampingku. Dia tersenyum, tetapi alisnya bertaut.

“Aku tengah memikirkan sesuatu.” Aku mengaku, sesuatu yang tidak lain adalah dia.

“Apa aku boleh mengetahuinya?”

Hephaestion setengah berbisik di dekat telingaku. Aku sedikit mundur untuk menghindar. Kami tengah berada di tengah perkemahan, tempat umum. Aku tidak ingin ada rumor beredar tentang kami berdua. Sebab, aku dan dia sekarang telah terpisah secara resmi di mata banyak orang.

“Aku mengingat relief dan singgasana di balairung Susa. Aku belum menuliskannya.” Aku berdusta.

Sungguh mudah mengingat apa yang ada di balairung Susa. Gambar-gambar menurut kepercayaan penduduk setempat. Ukiran-ukiran di dinding balairung yang mengagumkan. Hiasannya terdiri dari emas dan batu-batu permata yang indah. Dalam balairung juga terdapat sebuah singgasana megah milik Raja Darius.

Salah satu penjaga tempat itu mengatakan bahwa singgasana di sana, pesanan khusus Raja Darius. Namun, sekarang tidak lagi. Alexander telah menduduki singgasana itu, dan mengklaim kepemilikannya sesaat setelah pasukan utama tiba di Susa.

“Aku akan dengan senang hati membantumu, tapi sekarang aku harus pergi. Kami harus pergi.”

“Tidak perlu. Aku mengingat semuanya.”

Aku tersenyum, memberi isyarat pada Hephaestion. Satu hal yang paling teringat adalah tentang kami, tentang caranya menyentuhku. Tuan telah menuangkan minuman terbaik untuk menuntaskan dahaga terpendam dalam diriku.

“Aku yakin kau mampu mengingat semuanya dengan baik.”

Hephaestion membalas senyum. Hati kecilku mengatakan bahwa dia menangkap apa yang kukatakan dalam diam.

Beberapa ribu pasukan telah berbaris di tanah terbuka sebelah Timur perkemahan. Para letnan menyiapkan kelompok masing-masing. Alexander mungkin sudah berada di sana, aku tidak melihatnya sejak pagi.

Lihat selengkapnya