The Strange Case of Milan and Madrid

Galilea
Chapter #7

Bab 6

Apa mungkin kita berdua bisa kembali dengan sendirinya seperti yang Madrid bilang? Apa benar besok kondisi akan kembali normal.

Entah kenapa aku tidak yakin dengan hal itu. Sepertinya ada sesuatu di balik semua ini. Dan sebelum kita menemukan “sesuatu” itu, kita tidak akan kemana-mana. Tapi semoga saja aku salah dan Madrid benar. Besok kita ke tempat semula.

 “Mad, lu kemana aja kita cari di kantin, toilet, nggak ada?” Francisco membuyarkan lamunanku.

“Perpustakaan,” balasku singkat, kemudian duduk di bangku.

“Perpustakaan?” kata mereka berbarengan. “Ngapain?”

 “Pikir aja, orang kalau di perpustakaan mau ngapain.”

“Ya, orang ke perpus buat baca buku, tapi seorang Mamad nggak mungkin baca buku!” terang Francisco.

“Pasti ada motif terselubung?” timpal Gavin dengan nada sok misterius. “Moduskah? Atau molorkah?”

Aku menahan napas jengkel dengan kedunguan mereka. Aku langsung mengambil buku di ransel karena guru sudah masuk.

Anak dua itu bukannya duduk malah bisik-bisik dengan raut wajah seperti orang sedang berkonspirasi.

Mereka baru bubar setelah guru mulai mengabsen. Sebelum duduk di sebelahku, Francisco menatapku dengan intens. Mungkin dia curiga kenapa Madrid bisa berubah sedrastis ini? Itu masalah dia bukan masalahku. Fokus utamaku haruslah mencari cara agar aku dan Madrid “kembali” ke tubuh masing-masing. Kembali aku membuka ponsel, mencari petunjuk.

“Kelompok yang presentasi hari ini, ke depan sekarang!" 

Anjrit,” celetuk Francisco. “Gua lupa ada presentasi.”

Aku menoleh ke arah Francisco. “Terus bagaimana?”

Dia mengangkat bahu. “Ya udah sih.”

"Madrid, Francisco, Gavin! Ke depan!”

Aku bangkit dan berjalan ke depan Francisco dan Gavin mengikuti. Kami berdiri berjejer di depan kelas.

Guru laki-laki itu menatap kami dengan seksama di balik kacamata bingkai merahnya. 

"Maaf Pak, bahan buat presentasinya ketinggalan di rumah, saya izin ambil dulu boleh?" kata Francisco dengan senyum penuh muslihat. "Rumah saya nggak jauh kok."

"Ketinggalan atau belum ngerjain?" 

"Ketinggalan!" jawab Francisco dan Gavin bersamaan.

"Ya udah silakan presentasi!"

"Tapi Powerpoint-nya?"

Guru itu mengangkat bahunya. "Kalian presentasi tanpa Powerpoint," menyeringai, "salah kalian sendiri ketinggalan!"

Aku sama sekali tidak tahu materi apa yang harus kita bertiga presentasikan. Aku menoleh ke arah Gavin dan Francisco tapi mereka malah senyam-senyum tidak jelas.

Aku menghela napas kemudian berkata, “Sebelum presentasi dimulai, saya mau ngetes dulu. Kalian tahu nggak, hari ini kita mau bahas apa?"

Beberapa anak melihat buku catatannya.

"Perpajakan!"

"Oh pajak ya?” Aku diam sejenak kemudian mulai menjelaskan, “Pajak itu iuran yang dibayarkan rakyat pada negara yang sifatnya wajib dan memaksa.”

"Jadi guys pajak itu," sela Gavin dengan nada serius, “kalau kita jalan lewat gang sepi terus ada preman ngambil duit kita dengan paksa, nah itu Pajak!" 

"Palak itu mah woy!" 

"Kalau ente serem kayak Valak Pin!"

Kelas pun jadi riuh, fokus jadi melebar ke mana-mana.

"Eh tapi dua-duanya mirip-mirip ya?" timpal Francisco. "Sama-sama pungutan memaksa. Bedanya yang satu legal, satunya lagi ilegal ya nggak temen-temen?"

"Tujuannya beda," kataku. "Pajak itu digunakan untuk kepentingan rakyat bersama."

"Kalau uang pajak dipakai kepentingan pribadi itu namanya korupsi guys, amit-amit!” Gavin menambahkan, sambil pura-pura bergidik. Sok suci!

"Kalau uang hasil malak digunain buat kepentingan bersama itu apa namanya dong?" celetuk salah satu murid.

"Robin Hood!" balas Francisco.

Kelas kembali riuh. 

"Robin Hood bukannya bocil berkerudung merah yang dimakan serigala?" Gavin kembali asal bunyi.

"Little Red Riding Hood!" sorak seisi kelas.

Lihat selengkapnya