Begitu masuk kelas, aku langsung lanjut mencari petunjuk. Di forum-forum anak kembar, aku tidak menemukan apa-apa. Mungkin belum. Aku juga baca jurnal-jurnal seputar orang kembar. Mungkinkah fenomena mind-swap ini terjadi karena kami kembar. Setelah baca baca baca. Jawabannya nihil!
Jadi kasus ini ekslusif terjadi padaku dan Madrid atau….
Ponselku tiba-tiba bergetar. Karena kelas sungguh berisik aku keluar.
“Ya?”
“Si Wolf mau ngomong sama lo."
“Wolf?”
“Iya, dia tahu kalau gue bukan elo. Jadi gue cerita yang sebenernya.”
“Dia? Siapa dia?”
“Wolf aka sri-gala.”
“Maksudnya?”
Suara di ujung telepon tiba-tiba hilang.
“Halo ! Ini saya.”
Aku membeku satu detik mendengar suara dibalik telepon.
“Oh kamu,” balasku santai.
“Kamu langsung kenal suara saya. That proves you’re the real Milan.”
“I’m impressed. Kamu cuma butuh dua hari buat nyadar kalau yang ada di sana bukan saya.”
“Dari hari pertama juga saya sudah tahu kalau ada yang nggak beres. Your twin is totally nuts.”
Sudah kuduga, kita berdua gagal memerankan identitas yang melekat pada tubuh masing-masing. “Terus tujuan kamu nelepon saya buat apa?”
“Penasaran! I thought mind-swaps only existed in science fiction.”
Aku tersenyum getir. “Surprise ... surprise!”
“Pertanyaannya, kenapa hal ini terjadi sama kalian berdua? Apa karena kalian kembar? Kalau itu faktor penyebabnya, kemungkinan bukan kalian saja yang mengalami fenomena aneh ini.”
“Saya sudah baca jurnal-jurnal ilmiah tentang orang kembar. Belum ada petunjuk!”
“Sudah cek forum-forum orang kembar?”
“Kamu pikir dua hari ini saya ngapain? Dari forum lokal sampai internasional sudah saya masuki. Sejauh ini nihil. Tapi masih saya pantau.”
“So being twins is not a factor?”
Aku menghela napas. “I can’t rule out the possibility entirely.”
“Hemh ... Interesting! Saya jadi tertantang mecahin ini kasus!”
“Terutama metodologi di balik mind-swap ini,” tambahku.
“Saat ini belum terbayang di kepala saya, tapi secepatnya saya akan menemukan jawabannya, pastinya!” katanya penuh percaya diri. Aku bisa bayangkan ekspresi wajahnya saat mengucapkan itu.
“Nggak akan secepat saya, pastinya!” tandasku.
“O ya? Mau taruhan?”